“Kenapa muslim sebesar Indonesia tidak selantang negara lain soal Palestina?”
Pertanyaan itu muncul begitu saja di timeline Tiktok punya saya dan cukup membuat terhenyak. Apa iya, kita—bagian dari kelompok moderat—selama ini hanya diam saja terkait Genosida Israel atas Palestina?
Jawabannya sumir. Bisa iya dan tidak.
Jika merujuk pada isu Palestina di media sosial, paling tidak dalam pengamatan saya, memang banyak yang bicara soal Palestina dan membagikan soal kekejaman Israel. Termasuk juga ajakan boikot produk yang disebut-sebut afiliasi Israel.
Sebagai contoh, tagar #AllEyesOnRafah lengkap dengan foto-foto ‘berdarah’ yang merujuk pada pengeboman dan pembakaran kamp pengungsian di Rafah, Gaza pada Minggu (26/5) kemarin seperti bola salju yang terus terlihat di Tiktok, Instagram ataupun X.
Pada momen mengenaskan itu, paling tidak dikabarkan lebih dari 40 orang meninggal dunia, termasuk anak-anak. Dan, itu bukan wilayah perang, tapi pengungsi. Kekejaman di luar akal sehat bagi manusia.
Tapi, jika melihat pelbagai berita internasional, di banyak negara kepedulian tidak hanya sekadar berbagi kesedihan atau empati belaka, melainkan banyak yang melakukan aksi dan protes besar-besaran.
Mulai dari gerakan di kampus seperti di Columbia University (US) atau Harvard, tapi juga gerakan protes jalanan di Eropa dan Amerika Latin. Lantas di Indonesia, saya melihat gerakan ini belakangan tidak masif.
Baca juga: Tarsis Salome Robek Ijazah Saat Prosesi Wisuda, Protes Genosida Israel atas Palestina
Belum terlihat gerakan di kampus-kampus terkait Palestina, baik itu kampus umum maupun berbasis Islam maupun gerakan secara umum di masyarakta dengan pelbagai aksi-aksi.
Padahal Indonesia secara politik luar negeri begitu keras menolak Israel dan mendorong Palestina merdeka. Tapi, kenapa gerakan di Indonesia yang dikenal dengan kelompok muslim moderat ini justru belum ada yang benar-benar besar—paling tidak aksi atau protesnya tidak masif?
“Kalau menurutku mungkin ada beberapa faktor. Pertama, kurang informasi soal konflik palestina,” papar Abdul Karim Munthe, Aktivis Islam dari Elbukhori Institute.
Munthe yang juga mendirikan BincangSyariah, situs keIslaman moderat di Indonesia, ternyata memiliki kegelisahan yang sama: kenapa kelompok moderat di Indonesia yang mayoritas tidak bersuara lantang, apa yang ditakutkan?
Munthe lantas membuat analisis lagi, kenapa kelompok moderat seperti enggan terlibat dengan serius gerakan Palestina ini.
“Kedua, khawatir politik pecah belah. Ketiga, tekanan kepentingan. Keempat, bisa juga takut salah gunakan oleh kelompok keras,” tandasnya.
Pria yang kini jadi Dosen Hukum Islam di Universitas Indonesia (UI) itu juga heran, Islam di Indonesia yang besar harusnya bisa berbuat lebih.
Lantas, saya jadi berpikir tentang tiga hal terakhir dibicarakan oleh Munthe. Yakni, soal tekanan kepentingan, ditakutkan politik becah belah dan digunakan kelompok tertentu. Hal ini, sepertinya jadi jawaban yang aneh, tapi terasa faktual.
Soal kelompok, misalnya, harusnya momen kebengisan belakangan ini seperti terangkum dalam tagar #AllEyesOnRafah bisa jadi godam yang mengetuk nurani kita dan membuat kita bersuara. Kenapa? Karena kelompok moderat mayoritas.
Maka dari itu, harusnya kita yang ambil alih suara dan biar suaranya juga membesar dan tidak hanya diwakili satu dua tiga atau sejumlah kelompok saja. Suara kita, suara muslim Indonesia, suara kelompok moderat.
Saya membayangkan, jika kita bersatu dan mulai membuat gerakan-gerakan protes yang lebih masif, paling tidak kita bisa memberi sesuatu kepada publik dunia bahwa mereka tidak sendirian. Ada ratusan juta penduduk di Indonesia, kelompok moderat di Indonesia yang siap untuk mendesak Israel menghentikan kekejamannya.
#AllEyesOnRafah bisa jadi pemicu bangkitnya kelompok moderat di Indonesia untuk berbuat sesuatu untuk Palestina, untuk kemanusiaan kita.