Kata Orang, Kalau Perempuan Berkarir Anaknya Tidak Terurus, Benarkah?

Kata Orang, Kalau Perempuan Berkarir Anaknya Tidak Terurus, Benarkah?

Berperan sebagai ibu yang juga sibuk dengan karir, bagaimana dengan nasib anak-anaknya? Tidak terurus kah?

Kata Orang, Kalau Perempuan Berkarir Anaknya Tidak Terurus, Benarkah?

Menjadi seorang ibu sekaligus bekerja sebagai wanita karir, bukanlah hal yang mudah. Namun bukan berarti kedua peran ini tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Pada masa sekarang banyak ibu yang menjadi wanita karir, berprestasi, sekaligus sukses mendidik anak-anaknya.

Salah satu contohnya adalah ibu dari seorang wanita hebat Indonesia, Sri Mulyani. Ibunya merupakan dosen di ISI (IKIP Semarang) yang berhasail meraih gelar professor dan memiliki 10 orang anak. Sri Mulyani bangga dan mencontoh keberhasilan ibunya, dia mengatakan bahwa ibunya selalu menanamkan hidup dengan perjuangan dan membiasakan hidup disiplin terutama dalam hal keilmuan dan menghargai orang lain.

Suatu ketika saya bertemu dengan seorang anak usia 3 tahun, penampilannya sangat rapi, wajahnya ceria dan penuh semangat, bicaranya sopan, dia menyambut dan menghargai orang baru, yang datang ke rumahnya. Dialah salah satu murid privat saya dari seorang ibu yang bekerja dan berprestasi.

Biasanya seorang anak akan mencontoh perilaku kedua orang tuanya, children see, children do. Sikap manis dan sopan anak tersebut tentu saja merupakan didikan sekaligus perilaku yang dicontohkan oleh ibunya. Selain itu dari penampilan dan ekspresi wajahnya, menandakan anak tersebut sudah siap menerima pelajaran. Dengan kata lain ibunya mengurusnya dengan baik dan telah memenuhi kebutuhan- kebutuhan primer anak usia dini, seperti tidur, makan, dan mandi.

Saya memiliki 14 murid privat ‘Mengaji al-Qur’an dan Materi Seputar Agama Islam’ usia 2,5 – 6 tahun. Sembilan di antaranya, memiliki ibu seorang wanita karir dan lima lainnya tidak bekerja atau fokus mengurus rumah tangga.

Seperti biasa setiap selesai pembelajaran saya selalu menyampaikan perkembangan anaknya dan meminta bantuan kepada sang ibu untuk bekerjasama mengulang materi di hari tersebut, dan sesekali saya memberikan target hafalan tertentu.

Dari sembilan ibu karir, delapan di antaranya sangat memperhatikan kerjasama ini, mengulang materi dan membantu putra- putrinya dalam menghafal. Di tengah kesibukannya, para ibu tersebut menyempatkan diri mengajari anaknya dan membacakan hafalan sebelum tidur, beberapa dari mereka bahkan ada yang melebihi target hafalan yang telah ditentukan. Sehingga pada pertemuan setelahnya anak-anak tersebut sudah siap menerima materi baru. Selain itu, beberapa anak dari wanita karir ini bersikap kritis, mampu menyampaikan ide atau pendapat, sangat ekspresif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Hanya ada satu ibu karir yang tidak terlalu menghiraukan kerjasama ini dan menyerahkan sepenuhnya pada guru.

Kemudian dari lima ibu yang tidak bekerja, satu di antaranya sangat memperhatikan dan fokus pada perkembangan anaknya. Mengajari dan mengulang materi. Dua lainnya bersikap biasa saja, terkadang mengulang materi dan terkadang tidak. Sedangkan satu ibu lainnya sama sekali tidak membantu kerjasama ini, dengan dalih tidak ada waktu dan sangat lelah mengurus tiga balita sekaligus. Sedangkan satu ibu lainnya juga tidak pernah membantu anaknya, namun sang anak sangat cerdas, sehingga dia termasuk murid privat yang unggul.

Dari kasus ini dapat disimpulkan, bahwa seorang ibu yang tidak bekerja pun belum tentu bisa maksimal dalam memperhatikan perkembangan kognitif anak-anaknya.

Kita beralih pada kasus anak usia 7-14 tahun dengan latar belakang ibu yang berkarir di desa Tembokrejo, Jember. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pravitasari, dkk. menunjukkan bahwa lima dari anak wanita karir dapat dikategorikan sebagai anak yang mandiri, yaitu percaya diri karena mampu bersosial dengan baik, bertanggung jawab mengerjakan tugas sekolah dan kewajiban di rumah tanpa meminta bantuan orang lain, serta disiplin.

Hal ini dikarenakan pola asuh yang diterapkan oleh wanita karir di Tembokrejo menggunakan pola asuh otoritatif. Sedangkan tiga anak dari wanita karir lainnya menerapkan pola asuh permisif, dua di antaranya tidak dapat dikatakan sebagai anak yang mandiri.

Dari penelitian di atas, menunjukkan bahwa penentu kesuksesan seorang ibu dalam mendidik anak adalah bukan karena ibunya bekerja atau tidak bekerja, melainkan karena pola asuh yang diterapkannya.

Di desa Beurawe, Banda Aceh, para ibu yang menjadi wanita karir mayoritas berhasil memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar anak. Dari 20 orang anak terdapat 13 anak yang prestasi belajarnya meningkat, empat anak lainnya tidak ada peningkatan, dan hanya tiga anak yang prestasi belajarnya menurun.

Perhatian wanita karir di Beurawe terhadap pendidikan anak-anaknya sangat tinggi. Meskipun berkarir, mereka tetap mengutamakan pendidikan anak-anaknya, dengan cara mendatangkan guru privat dan menerapkan pola disiplin dalam belajar, serta bersikap demokratis.

Menjadi ibu karir tentu saja bukan hal yang mudah, menurut pengakuan ibu karir di Beurawe mereka sering merasa kelelahan dan tidak mempunyai waktu yang banyak untuk anaknya. Namun hal itu bukan masalah, mereka berkata dengan tegas bahwa “kurangnya waktu tidak dapat dijadikan alasan untuk lepas tanggung jawab dan membimbing anak”. Sebagaimana dikutip dalam penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Jannah.

Penelitian serupa juga telah dilakukan terhadap ibu karir yang bekerja sebagai pegawai bank Mandiri di Padang Jati, Bengkulu. Hasilnya mereka juga tidak mengabaikan anaknya, dengan cara melakukan video call pada setiap jam istirahat, memfasilitasi dan memberikan dukungan terhadap bakat dan hoby anak, mencontohkan dengan bangun pagi, menetapkan waktu belajar dan bermain serta menjalin kedekatan dengan cara mengajak anak bercerita.

Dari kasus di atas, kita tahu, bahwa bukan karir yang menjadi masalah dalam mengurus anak. Tetapi hal ini tergantung pada keteguhan dan kegigihan seorang ibu dalam memberikan pengasuhan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Dalam buku yang berjudul Tafsir Al-Qur’an Tematik yang ditulis oleh lajnah pentashih mushaf al-Qur’an dijelaskan bahwa, pada umumnya wanita karir dalam mendidik anak-anaknya dapat lebih bijaksana, demokratis, dan tidak otoriter. Karena dengan karirnya tersebut para wanita memiliki pola pikir yang moderat. Hal ini sebagaimana dikutip oleh Miftahul Jannah dalam penelitiannya. Dia juga menyatakan wanita karir jika mengalami problem dalam rumah tangga, maka ia akan segera mencari jalan keluar yang tepat.  Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian lain, yang menunjukkan bahwa ibu karir memiliki kecerdasan emosional yang lebih baik dibanding ibu yang tidak berkarir. Wallahu’alam.

 

Sumber:

  1. Pola Pengasuhan Dan Internalisasi Nilai Kemandirian Anak Pada Wanita Karir Di Desa Tembokrejo Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember (Arinta Eka Pravitasari , Sukidin , Pudjo Suharso, Program Studi Pendidikan Ekonomi, UNEJ)
  2. Pengaruh Pola Asuh Wanita Karier Terhadap Prestasi Belajar Anak di Desa Beurawe Banda Aceh (Miftahul Jannah, Skripsi_ PAI_ Uin Ar-Raniry, Banda Aceh, 2016)
  3. Upaya Wanita Karir Dalam Membimbing Anak (Studi Pada Pegawai Bank Mandiri Padang Jati Kota Bengkulu) (Wepa Putri Jonata, Skripsi_Bimbingan dan Konseling Islam, fak. Ushuluddin adab dan dakwah, IAIN Bengkulu, 2019)
  4. Pola Asuh Wanita Karier Dalam Memberikan Motivasi Belajar Anak ( Studi Deskriptif Terhadap Siswa SMP Laboratorium Upii Bandung) (Venna Nurul Khotimah, UPI, Bandung)
  5. . Pola Asuh Orang Tua Karir dan Non Karir dalam Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam (Studi Multikasus di Kelurahan Kauman, Kota Blitar dan Kelurahan Dinoyo, Kota Malang) (Reni Zumrudiyah, Tesis, Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam, UIN Malang 2014)
  6. Pola Asuh Wanita Karir Dalam Pembentukan Kepribadian Anak Usia Dini Di Desa Kupangan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo (Puji Arum Listyorini, Skripsi, Pendidikan Islam Anak Usia dini)

 

Artikel ini merupakan hasil kerja sama dengan Rumah KitaB atas dukungan investing in women dalam mendukung perempuan bekerja