Bukan kami anti pada kalimat Tauhid. Sebab setiap selesai shalat kami membaca La Ilaha Illa Allah dengan suara keras. Jika ada orang wafat kami kami antar ke pemakaman dengan La Ilaha Illa Allah. Malamnya kami Tahlili dengan La Ilaha Illa Allah. Dzikir Thariqah pun ratusan kali kami baca La Ilaha Illa Allah.
Tapi kami tidak pernah menggunakan kalimat Tauhid untuk politik, merebut kekuasaan dan mengganti negara dengan simbol Tauhid. Terlebih dari mereka menginjak-injak kalimat Tauhid.
Imam An-Nawawi berkata dalam Minhajut Thalibin:
ﻭاﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﻜﻔﺮ ﻣﺎ ﺗﻌﻤﺪﻩ اﺳﺘﻬﺰاء ﺻﺮﻳﺤﺎ ﺑﺎﻟﺪﻳﻦ ﺃﻭ ﺟﺤﻮﺩا ﻟﻪ ﻛﺈﻟﻘﺎء ﻣﺼﺤﻒ ﺑﻘﺎﺫﻭﺭﺓ
“Perbuatan yang dapatkan menyebabkan kufur adalah kesengajaan melakukan perbuatan tersebut dengan bentuk menghina secara terang-terangan dengan agama atau mengingkari terhadap agama, seperti melempar kotoran terhadap Al-Qur’an”
Kemudian diberi penjelasan lebih gamblang oleh Syekh Al-Qulyubi:
ﻭﺃﻟﺤﻖ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﻪ ﻭﺿﻊ ﺭﺟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﻧﻮﺯﻉ ﻓﻴﻪ ﻭاﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺎﻟﻤﺼﺤﻒ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻗﺮﺁﻥ، ﻭﻣﺜﻠﻪ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﻛﻞ ﻋﻠﻢ ﺷﺮﻋﻲ ﺃﻭ ﻣﺎ ﻋﻠﻴﻪ اﺳﻢ ﻣﻌﻈﻢ، ﻗﺎﻝ ﺷﻴﺨﻨﺎ اﻟﺮﻣﻠﻲ ﻭﻻ ﺑﺪ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﻦ ﻗﺮﻳﻨﺔ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ اﻹﻫﺎﻧﺔ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ
“Sebagian ulama menyamakan bentuk meletakkan kaki di atas Al-Qur’an (namun) pendapat ini dibantah oleh ulama lain.
Yang dimaksud Mushaf adalah lembaran yang berisikan Al-Qur’an. Demikian halnya kitab hadis, ilmu agama atau sesuatu yang tertulis nama yang diagungkan. Guru kami (Ar-Ramli) berkata: “Untuk selain Qur’an harus ada bukti yang menunjukkan bentuk penghinaan, jika tidak maka tidak sampai kufur” (Hasyiyah Qulyubi 4/177)
Saya yakin di gambar di atas tidak ada yang berniat melecehkan kalimat Tauhid, namun paling tidak berada di ambang yang amat sangat mengkhawatirkan.