Jumlah Rakaat Sholat Idul Fitri di Negeri yang Muslimnya Sedikit

Jumlah Rakaat Sholat Idul Fitri di Negeri yang Muslimnya Sedikit

Bagaimana sih sholat dan jumlahnya idul fitri di negeri yang jumlah musimnya sedikit

Jumlah Rakaat Sholat Idul Fitri di Negeri yang Muslimnya Sedikit
Ribuan umat Islam bersiap mengikuti Sholat Idul Fitri di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Provinsi Aceh. Foto: Kompas/Wisnu Widiantoro

Umumnya shalat hari raya dilaksanakan di Masjid atau lapangan dengan diikuti oleh ratusan bahkan ribuan jamaah. Namun bagaimana bila komunitas muslim merupakan bagian dari minoritas di satu tempat, sehingga pelaksanaan shalat hari raya hanya dapat diikuti oleh segelintir orang. Adakah batasan jamaah yang disyaratkan dalam pelaksanaan shalat hari raya?

Di kalangan Ulama’ Syafiiyah, terdapat dua pandangan berbeda tentang jumlah jamaah yang disyaratkan dalam pelaksanaan Shalat Id. Pendapat pertama menyatakan bahwa syarat sah jamaah shalat id adalah sama dengan yang disyaratkan dalam pelaksanaan shalat jumat, yakni setidaknya 40 orang. Berdasarkan pendapat Imam Syafii dalam kitab Imla’ dan Ash Shaid Wa Adz Dzabaih :

“Shalat Id tidak bisa dikerjakan sekiranya shalat jumat tidak bisa dikerjakan”.

Pendapat ini bersandar pada satu riwayat yang menceritakan bahwa, pada suatu hari Nabi bersafari ke Mina dan waktu itu bertepatan dengan hari raya, akan tetapi beliau tidak mengerjakan shalat Id. Oleh karena di dalam shalat hari raya juga disyariatkan berkhutbah dan berkumpulnya banyak orang sebagaimana shalat jumat, yang tidak bisa dilaksanakan oleh seorang musafir.

Jadi pendapat ini menyatakan bahwa seorang musafir dan orang yang sendirian, tidak bisa mengerjakan shalat Id sebagaimana ia tidak dapat melaksanakan shalat jumat,, karena tidak terpenuhinya jumlah jamaah yang disyaratkan.

Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa tidak ada ketentuan jumlah jamaah yang disyaratkan dalam pelaksanaan shalat Id, berdasarkan dari riwayat Imam Muzani:

رُوِىَ الُمُزْنِي أَنَّهُ تَجُوْزُ صَلَاةُ الْعِيْدِ لِلْمُنْفَرِدِ وَالْمُسَافِرِ وَالْعَبْدِ وَالْمَرْأَةِ

“Imam Muzani meriwayatkan sesungguhnya diperbolehkan shalat hari raya bagi orang yang sendirian, musafir, hamba, dan wanita”.

Bahkan dalam pendapat kedua ini, shalat hari raya dapat dikerjakan dengan sendirian. Seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Muhadzab fi Fiqh al-Imam as-Syafi’i:

“Menurut pendapat yang kedua: Sesungguhnya mereka (orang yang sendirian, musafir, hamba, dan wanita) boleh mengerjakan shalat menurut pendapat yang shahih, karena shalat hari raya merupakan shalat sunnah maka boleh bagi mereka mengerjakannya seperti shalat gerhana matahari. Menurut sebagian Ashab as-Syafii berpendapat dengan satu pendapat; boleh bagi mereka mengerjakan shalat hari raya”.