Kata Insaan dalam bahasa arab, bila diterjemahkan ke bahasa indonesia, berarti ‘manusia’ dan merupakan kata benda. Sedangkan kata sifatnya adalah aanis/aanisah, yang bermakna harmoni, intim, atau akrab. Jadi pesan Tuhan ketika menciptakan manusia di bumi, sebelum memberi amanat agama, harta, dan ilmu pengetahuan, tugas besar yang kita emban adalah menjaga keharmonisan. Demikian disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj saat memberi orasi kebangsaan dalam peluncuran Said Aqil Siroj Institute (SAS Institute) di Jakarta, Rabu (1/8).
Beliau melanjutkan, sebagai bangsa besar dan bermartabat, kita harus mampu menghadapi arus globalisasi yang semakin mengikis identitas kita saat ini. Tantangan tersebut tidak dapat diatasi hanya dengan teologi atau syariat melainkan butuh peran penting dari budaya dan peradaban. Hal itu selaras dengan apa yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, bahwa Islam tidak melulu bicara agama, ia juga membangun akhlak, budaya, dan peradaban manusia.
“Oleh karena itu, ada Islam Nusantara, Islam yang santun, ramah budaya, toleran, berakhlak, dan berperadaban. Ia datang bukan sebagai mazhab atau aliran baru, melainkan sebagai tipologi, mumayyizat, atau khasais. Inilah Islam Nusantara,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tersebut.
Deklarasi SAS Institute itu dihadiri juga oleh para tokoh nasional, seperti mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Direktur SAS Institute Imdadun Rahmat mengatakan, Kyai Said sebagai tokoh Islam moderat dimana pemikirannya diterima para aktivis keberagaman lintas agama. Gagasan Islam Nusantara adalah garda terdepan untuk membentengi dari serangan radikalisme agama. Maka lahirlah SAS Institute sebagai wujud pengejawantahan pikiran-pikiran Kyai Said. Sebuah organisasi nirlaba yang menjadi simbol perjuangan kaum muda yang tidak ingin Indonesia menjadi tragedi pecah belah konflik berdarah.
“Melalui pemikiran beliau, terutama dalam konteks umat Islam, kita cukup mengacu pada Islam Nusantara yang damai serta memandang lokalitas kedaerahan dan ramah bagi seluruh bangsa Indonesia. Bagi kami, Kyai Said mewujudkan pemikiran elite dan awam melalui pemikiran keislaman dan keindonesiaan,” ujar Imdadun.