عن عائشة قالت:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “النكاح سنتي فمن لم يعمل بسنتي فليس مني وتزوجوا فإني مكاثر بكم الأمم ومن كان ذا طول فلينكح ومن لم يجد فعليه بالصيام فإن الصيام له وجاء
“Dari Aisyah RA berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda “Menikah merupakan sunnahku, barang siapa yang tidak mengamalkan sunnahku maka dia bukan termasuk dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, karena aku berbangga dengan jumlah kalian yang banyak dibanding umat – umat yang lainnya, siapa yang mempunyai kelebihan harta hendaklah ia menikah, dan barang siapa yang belum memilikinya, hendaklah ia berpuasa, karena puasa merupakan sebuah tameng” (HR. Ibnu Majah).
Lantas apakah setelah menikah kehidupan akan berlangsung seindah seperti yang sering kita lihat di sinetron ataupun drama korea?
Kebanyakan orang mengira bahwa kehidupan setelah menikah sangatlah bahagia, tanpa tantangan dan kesulitan. Tetapi realitanya justru kebalikannya, karena kewajiban kedua pasangan tersebut jadi bertambah, tidak hanya memikirkan diri sendiri sebagaimana sebelum mereka menikah, sang suami mencari nafkah untuk keluarga sedangkan istri mengurusi rumah, anak dan sebagainya.
Bagi mereka yang paham tujuan setelah menikah dan sudah sering berbincang perkara kehidupan setelah menikah, entah melalui seminar atau pun pengalaman orang tua dan teman, mungkin tidak terlalu kaget dengan kondisi yang akan terjadi nanti, berbeda dengan mereka yang terlalu banyak mendambakan kebahagian dan kesenangan setelah menikah tanpa memikirkan lika–liku kehidupannya, karena sejatinya hidup itu adalah perjuangan untuk mencapai kemenangan dan kebahagiannya yang hakiki di kehidupan akhirat nanti.
Terlebih bagi suami yang mesti mencari nafkah untuk keluarga, hasil usaha yang biasanya untuk pribadi setelah menikah mesti dibagi – dibagi untuk menafkahi keluarga. Lantas apakah sang suami mendapat pahala dari usaha mencari nafkahnya tersebut?
Dalam hal ini Rasulullah SAW menjelaskan dalam hadistnya bahwa suami yang mencari nafkah untuk keluarga, maka dia akan mendapat pahala dari usahanya tersebut sebagaimana dijelaskan dalam sabdanya :
عن ثوبان أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ” أفضل الدينار دينار ينفقه الرجل لعياله, ودينار ينفقه الرجل دابّته في سبيل الله, ودينار على أصحابه في سبيل الله
“Dari Tsauban bahwasannya nabi SAW bersabda “Sebaiknya – baiknya dinar adalah dinar yang digunakan oleh seorang lelaki untuk menafkahi keluarganya, kemudian dinar yang digunakan oleh seorang lelaki untuk memberi pakan hewan tunggangannya (yang dipakai untuk berperang) di jalan Allah, kemudian dinar yang digunakan untuk diinfakan kepada teman – temannya (yang sedang berjihad) di jalan Allah”. (HR. Tirmidzi).
عن أبي مسعود الأنصاري عن النبي صلى الله عليه وسلم قال نفقة الرجل على أهله صدقة
“Dari Abu Mas’ud al Anshari dari Nabi SAW bersabda: “Nafkah seorang lelaki kepada keluarganya adalah sedekah”
Dari hadis diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa harta yang digunakan suami untuk menafkahi keluarganya sudah masuk dalam hitungan sedekah, adapun yang dimaksud sedekah dalam matan hadis ini menurut Imam Ibnu Hajar adalah pahala. Oleh karena itu bagi suami ataupun bagi para calon suami jangan beranggapan bahwa harta yang diberikan kepada keluarga merupakan hal percuma, karena mencari nafkah untuk keluarga merupakan jihad tersendiri untuk suami, dan siapa yang berjuang di jalan Allah pasti akan mendapat pahala darinya.
Begitupun dengan istri, apabila posisi istri yang beralih menjadi tulang punggung keluarga dikarenakan suami yang telah meninggal atau dengan alasan lainnya, tetap semua usahanya untuk menafkahi keluarganya akan mendapat pahala, tidak ada perbedaan hanya karena dia seorang istri, karena apa yang telah dia lakukan untuk menafkahi keluarganya sudah merupakan sebuah kebaikan yang pasti akan mendapat ganjaran yang setimpal.
Jadi semua hal yang kita lakukan selama itu baik, tidak akan menjadi sia –sia dan akan menjadi jalan untuk menuju surga termasuk dalam hal menafkahi keluarga.
Wallahu a’lam bi al-shawab.
Artikel ini ditulis oleh Ihsan Rifqi di Majalahnabawi.com, anggota Sindikasi Media Islam.