Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan adab dan etika kepada guru. Dalam surat al-Nahl ayat 43, Allah ta’ala memerintahkan untuk bertanya dan meminta penjelasan kepada orang yang memiliki pengetahuan. Perintah ini merupakan kewajiban yang harus kita tunaikan ketika kita belum memahami suatu hal. Terlebih dalam urusan agama. Pertanyaan di sini juga mesti diajukan dengan tenang, jelas, dan penuh hormat.
Dalam sebuh kisah yang bersumber dari sahabat Abi Said al-Khudri ra, diceritakan bahwa ketika para sahabat sedang duduk di majlis ilmu dengan Rasulullah SAW, maka tidak ada satupun sahabat yang bercanda dan berbicara yang tak ada perlunya. Karena terlalu tenangnya, diibaratkan setenang orang yang di kepalanya dihinggapi seekor burung. Ia tenang khitmad agar burung tersebut tidak terbang menjauh.
Lebih rinci, dalam kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim, Syaikh Hasyim Asy’ari menyebutkan dua belas adab seorang murid kepada gurunya. Tiga di antaranya ialah bertutur kata dengan perkataan yang baik. Kedua, mendengarkan dengan baik petuah guru. Ketiga, mendoakan dan memintakan ampun kesalahan guru, baik ketika seorang guru masih hidup atau setelah wafat.
Karena itu, baik di dalam sekolah ataupun di luar sekolah, guru harus dihormati. Tidak boleh kita berkata dengan tidak sopan. Apalagi berkata kasar dan menentang. Jika bertanya atau minta penjelasan, maka diutarakan dengan sebaik mungkin. Kita menyakini bahwa dari penjelasan guru, pintu pemahaman kita akan terbuka. Meskipun dunia internet sudah canggih, akan tetapi bimbingan dan arahan seorang guru tidak tergantikan.
Sebagai misal ialah, kecenderungan generasi muda yang mengakses pengetahuan agama melalui media internet ternyata rawan terpapar doktrinasi ajaran radikalisme dan ekstremisme. Bahkan, tidak sedikit perekrutan anggota terorisme yang berkedok agama dilakukan melalui jejaring internet.
Dari hal ini, penting kiranya pengetahuan agama didapat dengan mendengarkan petuah guru. Penjelasan seorang guru niscaya disimak dengan baik. Begitu pula, arahan dan bimbingannya. Tugas yang didapatkan dari seorang guru harus dikerjakan secara maksimal. Tugas tersebut dipandang bukan sebagi beban akan tetapi sebagai tantangan untuk memperluas dan meningkatkan kemampuan.
Dengan adab dan etika ini, kita berharap ilmu yang kita pelajari dapat terpahami secara baik dan benar. Begitu pula dalam mengamalkannya.
Mari muliakan guru kita.
Tulisan ini juga dimuat dalam: Buletin Muslim Muda Indonesia, Edisi 46/Jum’at, 30 November 2018 dengan beberapa editing atas izin redaksi