Sejumlah pakar sejarah menyebutkan bahwa sejarah teror dalam agama Islam dilakukan oleh kelompok Khawarij. Sebuah sekte yang memiliki pandangan ekstrem dalam cara pandang keagamaannya. Salah satu ulama besar yang sempat mendapat teror dari kelompok yang punya jargon “la hukma illa lillah” ini adalah Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80-150 H). Ulama besar yang dikenal sebagai pendiri madzhab Hanafi ini termasuk ulama yang sempat menjadi target kaum radikalis-khawarij dalam aksi-aksi teror mereka, bahkan pernah diancam untuk dibunuh.
Syahdan, saat beliau tengah beribadah di masjid, tiba-tiba datang sekelompok kaum khawarij menghampiri beliau dengan membawa pedang. Mereka berencana membunuh Abu Hanifah. Andai bukan karena kharisma dan kecerdasannya, mungkin Abu Hanifah sudah terbunuh. Berikut ini kisah kejelian Abu Hanifah menghadapi kelompok islam pemarah yang kami rangkum dalam sebuah dialog.
Khawarij : Wahai Abu Hanifah. Kami akan mengajukan dua pertanyaan kepadamu. Jika kau sanggup menjawabnya maka kau akan selamat. Jika tidak, kami akan membunuhmu !
Abu Hanifah : Maaf, tanggalkan dulu pedang kalian. Sebab dengan melihatnya, hatiku gelisah.
Khawarij : oh tidak. Bagaimana mungkin kami memasukan kembali pedang ini sementara kami mengharapkan imbalan besar dengan menghunjamkannya ke lehermu.
Abu Hanifah : Ya sudah, tanyalah sesuka hati kalian !
Khawarij : Ada dua jenazah di depan pintu. Yang pertama seorang laki-laki peminum khamr, lalu ia meninggal dalam keadaan mabuk. Yang kedua seorang perempuan yang hamil dari hubungan zina dan ia meninggal dalam kondisi mengandung sebelum bertaubat. Pertanyaannya, dua jenazah tersebut mukmin atau kafir?
Gerombolan khawarij ini mengajukan pertanyaan yang betul-betul menjebak. Mereka menggiring Abu Hanifah masuk ke dalam pemahaman akidah mereka. Menurut khawarij, muslim yang melakukan dosa besar dinyatakan keluar dari islam (kafir). Namun, Abu Hanifah sangat cerdik, beliau tidak terjebak penggiringan opini mereka, bahkan mereka yang terbawa arus pemikiran Abu Hanifah.
Abu Hanifah : Dari kelompok mana kedua jenazah tersebut? Dari Yahudikah ?
Khawarij : Bukan.
Abu Hanifah : Dari Nashranikah ?
Khawarij : Bukan.
Abu Hanifah : Dari Majusikah ?
Khawarij : Bukan.
Abu Hanifah : Lantas..mereka dari golongan mana ?
Khawarij : Dari kelompok muslimin.
Abu Hanifah : Sungguh kalian telah menjawab sendiri pertanyaan kalian.
Khawarij : Dua jenazah itu kelak di surga atau di neraka ?
Abu Hanifah : Ada orang yang lebih buruk dari dua jenazah tersebut, namun sekelas Nabi saja tidak berani memvonisnya masuk neraka. Disebutkan dalam al-Qur’an, Nabi Ibrahim AS mengatakan:
فَمَن تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Maka Barangsiapa yang mengikutiku, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golonganku, dan Barangsiapa yang mendurhakai Aku, Maka Sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.Ibrahim 36)
Diceritakan dalam ayat lain, Nabi Musa AS mengatakan tentang pengikutnya yang durhaka:
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.al-Maidah 118).
Mendengar jawaban lugas dan cerdas sang Imam, sekelompok kaum khawarij tersebut mati kutu, hingga mereka menundukan kepala dan undur diri. Mereka gagal membunuh Abu Hanifah.
Menurut paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah, muslim yang meninggal dunia dengan membawa kalimat tauhid tidak dapat disebut kafir, sebesar apapun dosanya. Dalam perspektif Aswaja, tidak dibenarkan tindakan serampangan memberikan label kafir kepada sesama muslim. Tidak selayaknya seorang muslim ‘mengkapling’ surga hanya untuk golongannya, saudara muslim yang lain masuk neraka. Nasib seorang manusia kelak,baik disiksa atau diampuni, semuanya adalah hak prerogatif Allah Swt.
Teror-teror serupa yang dilakukan oleh teroris akhir-akhir ini menurut sejumlah pakar identik dengan apa yang dilakukan oleh Khawarij. Mereka anti terhadap keragaman dan merasa paling benar.
Sumber bacaan : 250 Qishoh Min Hayati al-Aimmah al-Arba’ah” karya Syaikh Ahmad Abdul ‘Ali al-Tahthawi
*) Adalah pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Kediri.