Matanya merah dan gerahamnya menegang ketika ia menerima pesan untuk menghadap Khalifah selepas Maghrib. Pesan untuk menghadap itu hanya akan membawanya pada situasi penuh kemustahilan baginya. Tiga bulan sebelumnya, Khalifah Mutawakkil memerintakannya untuk membuat racun paling mematikan yang bisa dibuat pada masa itu. Sebagai imbalan, Khalifah akan menyiraminya dengan begitu banyak koin emas.
Sebuah permintaan yang tidak bisa ia terima sekaligus tak bisa ditolak. Ditolak berarti hukuman, diterima berarti ingkar pada sumpah. Sebagai seorang dokter sekaligus penganut Kristen Nestorian yang teguh, ia pantang melakukan perbuatan keji seperti membuat racun untuk membunuh sesama. Berkali-kali ia tolak dengan halus permintan itu dengan mengatakan ia butuh waktu untuk belajar membuat racun, karena sepanjang hidupnya ia hanya belajar membuat obat. Namun berkali-kali pula Khalifah menaikkan tawaran upah dan mendesaknya.
Malam itu Hunayn ibn Ishaq berangkat ke istana Khalifah ke sepuluh dari dinasti wangsa Abasyiah itu. Di hadapan penguasa dunia Islam itu ia dengan tegas menolak permintaan itu. Dengan tegas pula ia katakan bahwa tugas dokter seperti dirinya adalah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mencari pengobatan dan penyembuhan, bukan mencari cara untuk membunuh dan merusak kehidupan.
Hunayn, malam itu, dengan lantang berujar di hadapan Khalifah tentang etika kedokteran. Ia memilih untuk dijebloskan ke dalam penjara dan disiksa ketimbang harus mengkhianati etika seorang dokter. Konon, menurut sahibul hikayat, Khalifah Mutwakil terkesima dengan keteguhan hati Hunayn dan mempercayainya sebagai dokter pribadinya.
Hunayn ibn Ishaq adalah seorang dokter sekaligus penerjemah naskah Yunani palig gilang-gemilang di masa itu. Konon, Ia oleh Khalifah al-Mamun dipercaya sebagai kepala biro penerjemahan Baitul Hikmah. Ia menguasai empat bahasa, Arab, Syiriac, Yunani, dan Persia. Di masa tugasnya, ia berhasil menerjemahkan karya-karya besar yang di kemudian hari sangat berpengaruh pada perkembangan ilmu di dunia Islam seperti Metaphysic karya Aristoteles. Dari terjemahan-terjemahan itu, para ikmuwan Arab bisa mengakses sekaligus mengembangkan pengetahuan yang telah dikembangkan para ilmuwan Yunani di masa lalu. Tidak hanya menjadi penerjemah, Hunayn juga menulis sejumlah buku mengenai pengobatan.
Di masa mudanya, Hunayn ib Ishaq belajar cara pengobatan kepada Yuhanna ibn Masawaih, seorang dokter beragama Kristen Nestorian yang menjadi dokter pribadi Khalifah. Saat itu ia sering menjumpai gurunya tengah membedah monyet-monyet kiriman Khaifah al-Mu’tashim untuk penelitiannya.
Dua dokter beragama Kristen Nestorian tadi menjadi bagian tak terpisahkan dari masa lalu dunia ilmu pengetahuan islam yang gilang gemilang, yang kerap dipuja, dikagumi, dan diulang-ulang sebagai masa keemasan itu.