Hukum Qadha Puasa Orang yang Sudah Meninggal

Hukum Qadha Puasa Orang yang Sudah Meninggal

Hukum Qadha Puasa Orang yang Sudah Meninggal

Puasa Ramadhan wajib dilaksanakan oleh umat muslim yang sudah dewasa (balig), baik laki-laki maupun perempuan. Namun demikian, menurut Syekh Nawawi Banten dalam Kasyifatus Saja, ada enam orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena alasan tertentu, yaitu musafir, orang sakit, orang tua renta, orang yang kelaparan atau kehausan, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Keenam kategori yang disebutkan ini di bulan lain setelah Ramadhan harus mengqadha atau membayar fidyah sebagai ganti dari puasa yang ditinggalkan. Jika yang bersangkutan belum sempat melakukan qadha atau membayar fidyah, maka anggota keluarganya berkewajiban menanggung salah satu di antara keduanya.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ada seorang wanita yang datang kepada Nabi untuk bertanya, “Nabi, ibuku meninggal dan masih punya tanggungan puasa selama sebulan. Menurut Anda bagaimana?” Nabi menjawab, “Kalau ibu Anda punya hutang (uang), lalu Anda pasti membayakannya bukan?” “Betul, Nabi,” jawab wanita itu. “Nah, hutang pada Allah seharusnya lebih pantas untuk dibayar,” demikian Nabi menjawab (HR Bukhari dan Muslim).

Menurut Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim, ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengqadha puasa wajib, seperti puasa Ramadhan atau puasa nazar, untuk orang yang sudah meninggal. Menurut Imam an-Nawawi, pendapat jumhur ulama fikih dan hadis dari kalangan mazhab Syafi’i menyatakan bahwa mengqadha puasa wajib untuk orang yang sudah meninggal itu hukumnya sunah bagi para ahli waris orang meninggal tersebut.

Selain itu, bila ahli waris sudah puasa untuk keluarganya yang meninggal, maka mereka tidak diperlukan untuk membayar fidyah. Namun demikian, bila ahli waris tidak ada yang berkenan mengqadha puasa keluarganya yang meninggal, maka diperbolehkan baginya untuk mengganti dengan membayar fidyah. ahli waris hanya diwajibkan memberi fidyah dengan satu mud (3/4 liter) beras untuk fakir-miskin sebagai ganti dari puasa wajib yang ditinggal keluarga yang meninggal.

Sementara itu, menurut Imam an-Nawawi, jika ada orang lain ingin mengqadhakan puasa untuk orang meninggal yang bukan keluarganya itu diperbolehkan dengan seizin ahli waris. Karena itu, jika orangtua meninggal, maka anaknya disunahkan untuk mengqadhakan puasa orangtuanya. Di antara ulama salaf yang berpendapat seperti yang dipaparkan Imam an-Nawawi adalah Imam Thawus, Imam al-Hasan al-Bashri, Imam al-Zuhri, Imam Qatadah, dan Imam Abu Tsaur. Wallahu a’lam