Hikmah Dialog Seorang Waliyullah dengan Segerombolan Wabah

Hikmah Dialog Seorang Waliyullah dengan Segerombolan Wabah

Kepanikan adalah separuh daripada penyakit, sedangkan ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan.

Hikmah Dialog Seorang Waliyullah dengan Segerombolan Wabah

Saat ini, umat manusia sedang menghadapi wabah bernama Covid-19. Ada begitu banyak sikap yang muncul terkait dengan fenomena Covid-19 ini. Ada yang menyikapinya dengan santai, ada yang dengan kewaspadaan, dan ada yang berupaya mencari hikmah di balik sebuah wabah. Tak ketinggalan, ada juga yang dengan kepanikan, bahkan kepanikan dan ketakutan yang sangat berlebih.

Seringkali, kepanikan yang berlebih itu akan berpengaruh pada kondisi psikologi manusia, sehingga akan berdampak buruk pada kehidupan manusia itu sendiri. Sebagai umat manusia yang beriman, terjadinya sebuah wabah tentu diyakini sebagai bagian dari takdir Tuhan, dan pasti akan selesai.

Lagi pula, Tuhan yang Maha Rahman-Rahim tidak akan memberi cobaan kepada hamba-Nya dengan begitu berat sampai melampaui batas kemampuan kita. Karenanya, kita harus yakin bahwa wabah yang terjadi akhir-akhir ini pasti akan selesai secepat mungkin.

Lebih jauh, dalam rentang sejarah peradaban umat manusia, wabah atau biasa disebut sebagai penyakit menular yang berjangkit dan menyerang dengan cepat bukanlah hal baru. Salah satu wabah yang banyak mempengaruhi kehidupan manusia dan tercatat dalam sejarah peradaban Islam adalah wabah tha’un

Nah, ragam sikap terkait dengan Covid-19 ini, mengingatkan kita kepada sebuah hikmah dari kisah dialog antara seorang waliyullah dan segerombolan wabah tha’un yang terekam dalam kitab Hilyatul Auliya’ fi Thabaqat al-Asfiya’ karya Abu Nu’aim al-Ashfani.

Dikisahkan dalam kitab tersebut bahwa telah terjadi sebuah wabah cukup serius di kota Damaskus beratus tahun lalu lamanya. Ya, dialah wabah tha’un.

Ceritanya, sewaktu menempuh perjalanan menuju kota Damaskus, segerombolan wabah tersebut, konon, bertemu dengan salah satu waliyullah. Lalu, terjadilah sebuah dialog antara mereka berdua:

“Mau kemana kalian?”, selidik sang waliyullah kepada wabah tha’un.

“Kami diperintah oleh Allah Swt untuk memasuki kota Damaskus,” jawab wabah tha’un.

Sang waliyullah lalu bertanya kembali, “berapa lama dan berapa banyak manusia yang menjadi korban kalian?”

Wabah pun menjawab, “dua tahun dengan seribu korban yang meninggal dunia.”

Singkat cerita, setelah dua tahun berlalu, jumlah korban meninggal ternyata mencapai 50 ribuan orang. Dan ketika sang waliyullah kembali bertemu dengan wabah penyakit tersebut, ia menggugat.

“Kenapa dalam dua tahun kalian memakan begitu banyak korban sampai 50 ribu orang yang meninggal? Bukannya kalian janji hanya memakan korban seribu orang?”, protes sang waliyullah.

Wabah pun menjawab, “kami memang diperintah Allah Swt untuk merenggut seribu korban. Namun empat puluh sembilan ribu korban lainnya, meninggal akibat panik dan khawatir berlebihan yang meliputi pikiran dan benak mereka.”

Ya, wabah yang terjadi di negeri Syam (Damaskus dan sekitarnya) itu telah menewaskan banyak orang. Bahkan akibat wabah tha’un tersebut, banyak perempuan remaja yang berguguran. Keterangan ini dijelaskan dalam kitab Bazdlu al-Ma’un fi Fadhli Tha’un karya Ibnu Hajar al-Asqalani, tentang wabah Tha’un yang menyerang gadis-gadis tersebut dan kemudian dikenal dengan nama Tha’un Fatayat.

Namun, bukan berarti wabah datang tanpa ada hikmah yang terselubung di dalamnya. Ada begitu banyak pelajaran yang sesungguhnya bisa kita petik dari sebuah kejadian, termasuk di tengah pagebluk Covid-19 ini.

Maka, kita memang selayaknya selalu meningkatkan rasa syukur kepada Allah Swt. Menjaga kesehatan dan mematuhi aturan-aturan yang dibuat pemerintah, supaya tidak banyak lagi korban yang berjatuhan adalah bagian dari mensyukuri karunia Allah berupa kesehatan.

Dan tidak kalah penting, kita seyogianya bersikap lebih dewasa, penuh waspada, dan tidak gegabah. Pasalnya, kepanikan justru akan melahirkan takdir baru, yang sebelumnya belum diatur oleh qadla-Nya.

Lebih jauh, kepanikan dan ketakutan yang berlebihan bisa sangat berbahaya dari adanya virus yang mematikan itu sendiri. Sebagaimana ungkapan terkenal yang dikemukakan oleh Ibnu Sina, bahwa kepanikan adalah separuh daripada penyakit, sedangkan ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan.

Mari kita hadapi wabah ini dengan ketenangan dan kewaspadaan, dengan menjaga kesehatan, menjaga diri, menjaga keluarga, menjaga teman, dan menjaga semua orang yang kita sayangi dan ada di sekeliling kita. Dan tidak lupa untuk selalu berdo’a semoga pagebluk ini segera berakhir secepat-cepatnya.

BACA JUGA Wabah dalam Peradaban Islam: Tafsir Burung Ababil sebagai Pandemi yang Menewaskan Pasukan Abrahah ATAU Kisah-kisah Menarik Lainnya