Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), Seberapa Peduli Kita Terhadap Persoalan Sampah?

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), Seberapa Peduli Kita Terhadap Persoalan Sampah?

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) menjadi momentum yang tepat untuk bertanya kepada diri sendiri, sudah sejauh mana kepedulian kita terhadap persoalan yang begitu pelik ini?

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), Seberapa Peduli Kita Terhadap Persoalan Sampah?
Logo Hari Peduli Sampah Nasional tahun 2023.

Tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Persoalan sampah yang masih menjadi tantangan besar dalam upaya melestarikan lingkungan menuntut perhatian dan kepedulian lebih dari kita. Persoalan sampah lebih dari sekedar menghadapi orang-orang yang hobi membuang sampah sembarangan. Ketika sudah membuang sampah pada tempatnya pun, ada persoalan lain yang akan muncul.

Sejarah Hari Peduli Sampah Nasional

Hari Peduli Sampah Nasional juga bukan sekedar hari peringatan biasa. Di baliknya terdapat peristiwa kelam yang pernah menimpa saudara sebangsa yang berada di Cimahi, tepatnya di TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat. Tepat 18 tahun silam, sebanyak 157 orang pergi meninggalkan orang-orang tersayang dengan cara yang tragis: terkubur sampah.

Sehari sebelumnya, gunungan sampah di TPA Leuwigajah yang menumpuk hingga setinggi 60 meter dan terbentang sepanjang 200 meter sempat diguyur hujan lebat. Guyuran hujan lebat itu akhirnya memicu reaksi gas Metana yang dihasilkan oleh tumpukan sampah. Hingga akhirnya, “Duaarrr!!!” timbul ledakan hebat akibat reaksi itu.

Akibatnya, gunungan sampah TPA yang begitu tinggi longsor, menerjang orang-orang berada di sekitarnya. Termasuk dua kampung yang berjarak paling dekat dengan lokasi, yaitu kampung Pojok dan Cilimus. Bahkan, kini kedua kampung tersebut sudah tidak ada lagi wujudnya.

Hilangnya TPA Leuwigajah yang sebelum tragedi memainkan peran sentral dalam pengelolaan sampah di Bandung Raya benar-benar terasa. Hanya beberapa hari setelah tragedi, wilayah Bandung Raya kesulitan mengendalikan persoalan sampah. Tumpukan sampah di mana-mana, bau menyengat menjadi familiar bagi hidung penduduk kota, hingga muncul julukan “Bandung Lautan Sampah”.

Sampah di Indonesia

Sebenarnya, persoalan sampah tidak hanya dihadapi oleh Indonesia. Seluruh negara di dunia juga menghadapi persoalan serupa. Namun, mengingat Hari Peduli Sampah Nasional hanya diperingati di Indonesia, tentu pembahasan akan terfokus pada persoalan yang terjadi di negeri tercinta ini.

Data di Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan, jumlah timbunan sampah di seluruh Indonesia mencapai 18,8 juta ton lebih sampah. Meski masih terbilang cukup tinggi, angka tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2021 yang menyentuh angka 21, 4 juta ton lebih sampah. Penurunan jumlah sampah ini bisa dikatakan menjadi angin segar, yang tentunya harus dipertahankan.

Dari keseluruhan jumlah jutaan ton sampah, jenis sampah sisa makanan menjadi penyumbang terbesar dengan angka 41,1 persen dari total jumlah. Disusul jenis sampah plastik dengan angka 18,2 persen. Ditinjau dari sumber sampah, rumah tangga menjadi sumber yang paling besar dengan angka 43,3 persen. Disusul pasar tradisional dengan angka 24,1 persen.

Tingginya jumlah sampah sisa makanan yang selaras dengan presentase rumah tangga sebagai produsen sampah paling tinggi perlu mendapat perhatian khusus. Di saat sebagian kalangan masih berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi dalam kesehariannya, ternyata sisa makanan justru menjadi penyumbang sampah terbesar. Bagaimana bisa hal itu terjadi?

Tentu ada faktor tertentu di baliknya. Selain karena populasi yang semakin bertambah, perubahan pola konsumsi masyarakat bisa jadi faktor yang berpotensi memperburuk persoalan sampah sisa makanan. Menu makanan yang makin beraneka ragam membuat mereka yang mampu membelinya akan sulit mengontrol keinginan untuk mengonsumsinya. Apalagi cita rasa yang dimiliki makanan itu juga lezat.

Itu masih persoalan sampah jenis sisa makanan, belum lagi persoalan sampah jenis plastik. Tren membeli makanan secara online hampir tidak bisa dipisahkan dari sampah plastik yang memang untuk kepentingan pengemasan. Bisa dibayangkan, sebanyak apa sampah yang menumpuk jika setiap orang, selain hobi membeli makanan secara online (memproduksi sampah plastik) dan mereka juga hobi menyisakan makanannya (memproduksi sisa makanan)?

Kepedulian Terhadap Persoalan Sampah

Beberapa waktu lalu, beredar sebuah video di media sosial yang menayangkan seorang lelaki dengan enaknya “menuangkan” sampah dari keranjang sampah rumahnya ke selokan. Banyak netizen yang prihatin melihatnya, bahkan tak sedikit yang mengecamnya.

Apakah lelaki itu menjadi representasi orang Indonesia yang hobi membuang sampah sembarangan? Jawabannya, bisa iya, bisa tidak. Dikatakan bisa merepresentasikan orang Indonesia karena faktanya masih banyak orang yang melakukan tindakan serupa. Mungkin sebagian akan beralasan, “Oh, saya kesulitan mencari tempat pembuangan, makanya saya membuangnya ke selokan.” Sungguh alasan yang naif. Betapa sering saya menjumpai sampah yang dibuang seenaknya, padahal hanya beberapa meter dari sana telah tersedia tempat sampah.

Sebaliknya, dikatakan tidak bisa merepresentasikan orang Indonesia karena faktanya masih banyak orang yang masih peduli. Mereka sadar untuk membuang sampah pada tempatnya. Bahkan tak jarang mereka akan memungut sampah yang berserakan untuk kemudian membuangnya ke tempat yang tersedia. Tak jarang pula kelompok-kelompok yang dengan sukarela membersihkan tumpukan sampah di selokan mapun sungai, hingga sampah-sampah yang berserakan di pantai.

Sebagai seorang muslim, satu hal yang menggembirakan bagi saya adalah adanya lembaga-lembaga keagamaan yang turut andil dalam menyelesaikan persoalan sampah ini. Misalnya, adanya pondok pesantren yang telah memiliki sistem pengolahan sampah. Para pendakwah, dengan berbagai dalil teologis, juga turut andil dengan mendorong para jamaahnya untuk melakukan pelestarian lingkungan sebagaimana yang diajarkan oleh agama.

Satu hal yang penting adalah meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap persoalan sampah. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, aktivitas konsumsi sehari-hari turut menyumbang tumpukan sampah. Tanpa kesadaran dan kepedulian yang tinggi, upaya kolektif untuk menyelesaikan persoalan ini menjadi sulit untuk terealisasikan.

Sebenarnya, banyak sekali hal-hal kecil yang bisa dilakukan. Menghabiskan makanan, mengurangi belanja online, membawa tas belanja ketika pergi ke pasar atau supermarket, adalah sebagian upaya sederhana yang bisa kita lakukan.

Terkait dengan belanja online, menurut LIPI (sekarang BRIN), 96 persen bahan pembungkus paket berbahan dasar plastik. Tren yang tak mungkin dihindari ini harus segara dicarikan solusi agar tidak memperparah persoalan sampah. Misalnya, penjual bisa mencari pembungkus lain yang berbahan dasar non-plastik, atau sebisa mungkin mengurangi penggunaan plastik. Demikian pula pembeli, jika masih memungkinkan untuk membeli produk yang dicari di lokasi terdekat, maka harus diusahakan untuk tidak membeli melalui platform online. Pemerintah pun juga bisa andil dengan membuat regulasi khusus terkait dengan belanja online ini.

Jangan sampai kejadian TPA Leuwigajah kembali terulang. Jangan sampai menunggu datangnya musibah untuk bisa menyadarkan diri. Serta, jangan sampai alam murka dan membuat kita merasakan akibat dari perbuatan kita sendiri. Selamat memperingati Hari Peduli Sampah Nasional. [NH]