Ada yang tak biasa dari gawe tahunan yang digelar Pondok Pesantren (Ponpes) Sabilurrosyad, Gasek, Malang, Jawa Timur pada Kamis (11/05) lalu.
Dalam pengajian umum yang diadakan dalam rangka Haul tiga kiai besar Ponpes (KH. Ahmad Noer, KH. Mustamar, dan KH. Murtadlo Amin) dan Halal bi Halal keluarga besar Ponpes Sabilurrosyad di kanal YouTube milik NU Online, terekam bagaimana pengajian yang mulanya jadi wadah dakwah warga NU, juga menjadi ajang pembaiatan anggota NU yang baru.
Adalah Ustaz Hanan Attaki, dai kondang Indonesia yang identik dengan “kaum hijrah”, menyatakan diri sebagai bagian dari warga NU melalui baiat oleh KH. Marzuki Mustamar, ketua Tanfidziah NU Jawa Timur.
Acara kemudian dilanjutkan dengan mauidoh hasanah. Dalam kesempatan itu, Hanan Attaki juga diundang sebagai penceramah bersama dua tokoh NU lainnya, KH. Anwar Zahid dan Dr. H. Nadirsyah Hosen. Ia kemudian memberikan kajian dengan suara khasnya setelah dipersilahkan oleh KH. Anwar Zahid. Berikut isi ceramahnya,
…
“Terima kasih kepada Kiai Anwar Zahid, guru kita bersama. Tadi kita juga sudah mendengar nasehat dari Prof Nadir dan Kiai Marzuki.
Setelah mendengar apa yang disampaikan mereka, maka saya menyimpulkan bahwa nasehat-nasehat mereka, itu sudah sempurna.
Maka ada ungkapan dalam bahasa Arab itu fama bakdal kamal illan nukshon; tidak ada lagi, setelah kesempurnaan kecuali sesuatu yang kurang. Sehingga kalau saya menyampaikan, menambahkan apa yang sudah sempurna dari yang mereka sampaikan, maka hasilnya adalah nukson. Nukson itu berarti apa yang disampaikan mereka, malah jadi lupa, padahal tadi ada, thil.
Saya hanya ingin menyampaikan satu cerita tentang ilmu yang kita dapatkan dari para ulama itu, bukan hanya dengan cara dipelajari, bukan hanya dengan mendengar, merekam, atau mencatat, tapi ada satu rahasia ilmu yang luar biasa yang kita bisa dapatkan dari para ulama kita dan itu diajarkan di pondok-pondok pesantren, dan kebenaran. Alhamdulillah dulu ketika masih di Aceh, saya belajar di pondok pesantren Salafiyah. Salafiyah itu artinya ahlussunnah wal jamaah, kemudian di Mesir juga. Mesir itu adalah salah satu negara dengan mazhab paling populernya Mazhab Syafii, kemudian Al Azhar itu asyariyu manhaj, atau aqida syafiiyu mazhab, dan kemudian mereka juga mutashowwifun, atau orang yang tasawufnya utamanya Syadziliyah dan Ghozaliyah.
Hanya ketika saya pulang ke Indonesia, justru saya menjadi korban dari dua pihak nih. Satu pihak yang sengaja mengedit video-video saya, karena mereka merasa banyak anak-anak muda hijrah lewat saya, dan diajak ke arah-arah yang bid’ah.
Ini mudah-mudahan bisa menjadi salah satu tabayyun, di hadapan sahabat-sahabat saya. Jadi beliau mengedit video-videonya lalu dikasih echo, supaya terkesan ada penekanan-penegasannya, karena dianggap sebagai seorang ahli bidah dianggap mampu mengajak ribuan anak geng motor untuk hijrah.
Dan ada satu agenda lagi kala itu, Allah takdirkan belum terlaksanan karena pandemi adalah ‘muakhhot baina aremania wa bonek”, muakhhot baina bobotoh fiking dan the jack. Itu agenda setelah muakhhot baina brigas ektese, moonkers, gbr; geng motor, yang jumahnya 250ribu anak muda. Sehingga akhirnya mereka; “Wah ini salah hijrah”, maka muncullah salah satu podcast, Jangan Salah Hijrah.
Jadi korban, Masya Allah, beberapa di antara sahabat saya yang hijrah, ngaji, yang semula gak kenal mesjid, gak kenal taklim, setelah ngaji bareng kita udah kenal, ngerti, akhirnya pindah. Lalu kita disalahkan, kita dianggap sebagai pusat kesesatan dan bidah.
Akhirnya video ini didengar oleh kawan-kawan yang lain, yang setelah diedit, rasa-rasanya, ini kayaknya bagian dari mereka yang tadi membidah-bidah kan, padahal justru saya yang dibidah-bidahkan.
Artinya mudah-mudahan, dengan silaturrahmi seperti ini, apalagi sekarang saya berguru langsung dengan Kiai Haji Marzuki Mustamar, saya dibimbing oleh beliau untuk menegakkan dan menyiarkan ilmu dari salafussolih yang benar dari ahlussunnah wal jamaah, yang sekarang tidak ragu lagi saya katakan bahwa saya berguru kepada murobbi ruhiyah saya yaitu Kiai Haji Marzuki Mustamar.
Sehingga apa yang saya sampaikan selama ini, walaupun itu sama dengan apa yang Abah Yai sampaikan, tetapi salahnya saya adalah; waktu itu saya belum memiliki sanad ilmu dari ulama-ulama yang ada di kita. Sehingga, orang-orang mengira bahwa “Oh ini bagian dari sebelah sana”. Padahal di rangel Tuban, saya juga diundang untuk memimpin Tahlil.
Jadi, ketika di Tuban saya diajak oleh Ayah mertua saya untuk datang ke Masjid Asmorokondi di Palang, kemudian mengikuti tradisi dari temen-temen yang ada di sana. Saya juga bangun sekolah yang ada di Tuban, yaitu sekolah dari Mantan Bupati Tuban, Pak Huda. Dan alhamdullah, dalam kehidupan tumbuh di Tuban itu, tumbuh dalam tradisi NU. Cuma, karena saya tidak menonjolkan sisi ke NUan, nah, saya beradaptasi dengan kebutuhan anak muda geng motor, karena saya menggunakan bahasa mereka, kesannya ini adalah aliran yang sama dengan orang-orang yang tadi membidahkan.
Jadi teman-teman yang dirahmati Allah, rahasia dari ilmu itu adalah kata para ulama, mulazamatus syaikh. Mulazamatus syaikh itu adalah, ittiba kepada guru, sebagaimana Nabi Musa pernah meminta untuk menjadi murid Nabi Khidzir, hal attabiuka ala antuallimani mimma tulimka rusyda, bolehkah saya mengikut anda untuk diajarkan kepada saya. Rusydun itu kalau kata ulama melakukan sesuatu itu dengan apa yang diajarkan. Maka akhirnya, mulailah Nabi Musa mengikuti Nabi Khidzir, dan itu pula yang dilakukan oleh Abdullah ibn Mas’ud, mulazamatun nabi dengan cara mulazamatud dzilli li sohibih, seperti bayangan terhadap orang yang memiliki bayangan tersebut.
Mudah-mudahan dengan saya belajar, dengan mulazamah, dari Ustaz Marzuki, saya mendapatkan ilmu yang selama ini saya cari, saya mendapatkan hikmah yang selama ini saya tidak mengerti. Insya Allah dengan berguru langsung kepada Abah Yai, saya bisa menjadi seorang ahlisunnah wal jamaah yang tulen, yang asli, yang benar, Insya Allah.”
…
Sebagai respon, mengutip selorohan KH. Anwar Zahid yang diucapkan dalam pengajian tersebut, bahwa jangan jadikan “konversi” ini sebagai batu loncatan untuk menggaet atensi umat biar diterima dan “laku lagi”. Tapi memang berdasar dari kesungguhan hati untuk belajar dan mengamalkan ilmu. Wallahualam.