Bekerja merupakan sarana yang paling utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tak heran jika Islam mendorong para pemeluknya untuk terus bekerja dan berkarya. Berbagai jenis pekerjaan bisa dilakukan, baik bekerja untuk diri sendiri (wirausaha) maupun bekerja untuk orang lain (karyawan atau pekerja), selama pekerjaan yang dijalani tidak melanggar ketentuan syariat. Selain mendorong untuk bekerja, Islam juga memberikan perhatian lebih kepada hak pekerja.
Saat menjadi pekerja, seseorang selain memiliki kewajiban, juga memiliki hak-hak sebagai timbal balik atas kewajiban yang telah mereka tunaikan. Secara hukum negara, hak pekerja di Indonesia telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lalu, bagaimana hak-hak pekerja dalam Islam?
Yusuf Al-Qardlawi, dalam Musykilat al-Faqr wa Kayfa ‘Alajaha al-Islam, mengatakan bahwa seorang pekerja memiliki hak untuk mendapatkan imbalan atas pekerjaan dan jerih payahnya. Lebih lanjut, Al-Qardlawi menjabarkan kriteria imbalan yang berhak didapatkan oleh pekerja.
Pertama, imbalan haruslah diberikan sebelum ‘keringat pekerja mongering’, sebagaimana yang tertuang dalam hadis dari sahabat Abdillah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:“Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum keringatnya mongering.” Karena itu, setiap bos atau majikan hendaknya segera memberikan upah pekerjanya dan tidak menunda-nundanya. Karena, mereka memiliki keluarga yang harus segera dipenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedua, imbalan haruslah sesuai dengan dedikasi yang diberikan serta kompetensi yang dimiliki oleh pekerja, tidak lebih dan tidak kurang. Jika seorang majikan membayar para pekerjanya dengan upah yang tidak sepadan dengan pekerjaan yang dibebankan, maka menurut Al-Qardlawi, hal tersebut termasuk perbuatan zalim.
Dewasa ini, masih kerap dijumpai pekerja yang mendapat upah lebih rendah dibanding pekerjaan yang dilakukannya (underpaid). Bahkan, ada juga mereka yang dibebankan pekerjaan lebih di luar kesepakatan yang telah berlaku (over-worked). Hal itu tidak hanya dapat merugikan pekerja, melainkan juga sang majikan. Karena bisa jadi, dengan upah yang kecil, kinerja para pekerja menjadi tidak maksimal, dan hasil yang didapatkan pun menjadi tidak memuaskan.
Demikianlah beberapa hak pekerja menurut Yusuf Al-Qardlawi. Sudah seharusnya para majikan tidak hanya memikirkan keuntungan pribadi sehingga mendorongnya untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dan melupakan hak para pekerja. Karena, di balik jerih payah pekerja, terdapat nasib keluarga yang berada di tangannya.
Artikel merupakan hasil kerja sama dengan Rumah KitaB atas dukungan investing in women dalam mendukung perempuan bekerja