Ziarah merupakan tradisi yang begitu erat dalam kehidupan masyarakat Nusantara. Bahkan sampai saat ini, ziarah ke makam orang tua, para wali, orang-orang shaleh dan pahlawan menjadi tradisi yang banyak diminati oleh muslim Indonesia.
Dalam setiap kesempatan, Habib Luthfi bin Yahya berkali-kali menuturkan, tidak sepantasnya seorang anak jauh-jauh ziarah ke makam awliya’ namun makam orang tuanya sendiri saja tidak pernah ia kunjungi.
Menurut Habib Luthfi nyekar ke makam orang tua mengajak kita menjadi manusia yang pandai bersyukur atas jasa-jasa orang tua kita. Menurutnya orang yang memiliki rasa terimakasih kepada orang tua keimanannya pun akan semakin bertambah.
Rais Aam Jam’iyyah Ahlith Thariqal al-Mu’tabarah an-Nahdliyah ini juga mengajak umat untuk merenungkan perjuangan orang tua yang telah bersusah payah mendidik, merawat, memberikan nafkah, dan membesarkan anaknya.
Hal yang sangat penting untuk direnungkan adalah besarnya perjuangan orang tua, apalagi orang-orang yang hidup di masa lampau, zaman penjajahan dan kemerdekaan bangsa kita. Di tengah kesulitan hidup, kesenjangan ekonomi, dan tekanan penjajahan, para orang tua di masa lalu rela berjuang untuk meraih kemerdekaan.
Karena itu menurutnya, ketika seorang anak berziarah kubur dan mendoakan orang tuanya yang telah dahulu pergi meninggalkan dunia, maka akan dicatat sebagai amal saleh.
“Ketika berziarah ke makam orang tua apa yang pertama kali kalian lakukan. Yasinan bib, tahlilan, atau mendoakan. Ya itu memang bagus, namun bukan itu yang dimaksudkan,” terang Habib Luthfi.
“Sebelum mulai membacakan doa-doa itu tadi, duduklah di samping makamnya sembari menghadirkan rasa, ‘Pak, Bu, panjenengan sampun sowan (kalian telah bertemu) ke hadirat Allah Ta’ala, mohon maaf yang sebesar-besarnya anakmu ini belum bisa membahagiakan panjenengan, malah anakmu ini selalu menyusahkan, membuat sedih Bapak Ibu,” ujar Habib Lutfi.
Habib Luthfi juga menghimbau untuk selalu bershalawat kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahhu ‘alaihi wa sallam. Karena ganjaran shalawat tidak hanya untuk diri sendiri, namun orang tua juga kecipratan pahala shalawat yang dibaca oleh anaknya.
“Ada sebuah riwayat hadits yang cukup kuat termaktub dalam kitab Sa’adatut Darain. Ada satu Malaikat penjaga makam Nabi Muhammad. Setiap waktu Malaikat tersebut menerima shalawat dari seluruh umatnya Nabi dan ia juga bertugas menyampaikan setiap shalawat itu kepada Rasulullah,” ujar Habib Luthfi.
“Yang hebat itu, cara malaikat menyampaikan shalawat umat, tidak hanya menyebutkan namanya saja, tapi ‘sholata fulan bin fulan Ya Rasulallah’ yang artinya menyertakan nama dari orang tua si-pembaca shalawat.” Lanjut Habib Luthfi.
Dari beberapa penjelasan tersebut bisa dipahami bahwa melafalkan setiap ucapan shalawat juga menjadikan sebab turunnya rahmat kepada kedua orang tua dari si-pengamalnya.
Maka dari itu sebagai seorang anak selama masih diberi kesempatan, harus selalu berupaya untuk berbakti kepada orang tua. Jika orang tua telah meninggal, maka yang perlu dilakukan adalah memperbanyak shalawat, doa-doa, bacaan ayat-ayat suci Al-Quran sebagai transfer amal, begitu juga dengan menziarahi kuburnya.
Pelbagai riwayat hadist telah menerangkan bahwa ziarah ke makam orang tua memiliki keutamaan luar biasa. Atas keutamaan tersebut, as-Subki menyarankan, sesulit apapun sebuah perjalanan seorang anak untuk menziarahi makam orang tuanya itu harus tetap ditempuh.
Menurut Imam As-Subki, ziarah untuk menunaikan kewajiban itu setara dengan menziarahi makam kedua orang tua. Upaya menempuh perjalanan untuk kepentingan ini sangat dianjurkan sebagai bentuk pemenuhan kewajiban. (Kitab Tuhfatul Habib alal Khatib)
Wallahu a’lam.