Saat mendengarkan ceramah Gus Baha, kita tidak akan terlepas dari penyampaiannya yang begitu jenaka dan penuh kisah. Salah satu kisah unik yang diceritakan Gus Baha adalah tentang kisah Nabi Adam yang ditipu setan dengan mengatasnamakan Allah SWT.
“Nabi Adam itu melakukan maksiat, tapi maksiat yang muaddzimin (maksiat karena mengagungkan Allah, karena saking mengagungkan Allah, Nabi Adam tidak tahu kalau ada makhluk yang membohonginya atas nama Allah,” tutur Gus Baha saat menyampaikan kajiannya di Baitul Quran, Pondok Cabe (24/11).
Gus Baha bercerita kisah Nabi Adam ini saat menafsirkan surat al-Araf ayat 21,
وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ
“Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua.”
Nabi Adam, menurut Gus Baha dengan mengutip tafsir at-Thabari, awalnya sama sekali tidak pernah menggubris rayuan setan untuk makan buah khuldi. Setan merayu Nabi Adam hingga berkali-kali namun Nabi Adam tidak goyah sedikitpun.
Setelah merasa bahwa rayuannya tidak berhasil, akhirnya setan menggunakan cara lain yang dirasa lebih ampuh. Setan akhirnya membawa nama Allah untuk merayu Nabi Adam.
“Nabi adam itu dirayu setan seperti apapun tidak pernah tertarik. Tapi akhirnya setan bilang, ‘Wallahi bahwa saya menyuruh kamu memakan buah khuldi itu. Wallahi Allah sekarang Allah sudah merevisi dan menghalalkan itu’,” ujar Gus Baha.
Karena membawa nama Allah dengan sumpahnya, Nabi Adam akhirnya mau memakan buah khuldi itu. Lagi-lagi Nabi Adam tidak pernah membayangkan ada makhluk yang berani berbohong atas nama Allah SWT.
“Kan nggak kebayang (oleh Nabi Adam saat itu, red), ada orang menggunakan nama Allah SWT kemudian berdusta,” lanjut Gus Baha.
Setelah Nabi Adam memakan buah khuldi tersebut, Allah SWT kemudian memanggilnya dan menanyainya perihal keberaniannya melanggar larangan Allah tersebut. Menurut Gus Baha, mengutip tafsir at-Thabari, Nabi Adam kemudian menjawab pertanyaan Allah SWT dengan kata-kata berikut, “wa izzatika, fa wallahi ma adzunnu anna ahadan yakhlifu bika kadziban.”
وعزتك، فوالله ما أظن أن أحدا يخلف بك كاذبا
“Demi kehormatanmu ya Allah, demi Allah, saya tidak pernah mengira ada hamba-Mu yang mencatut nama Engkau kemudian dia dusta.”
Gus Baha memberikan analogi dengan hal-hal keseharian kita. Misalnya, Gus Baha mencontohkan, jika ada orang berbohong tapi bawa-bawa nama guru kita, kita tidak akan lagi mengkonfirmasi dan cenderung langsung percaya.
“Saya ini muridnya Mbah Moen, jika tiba-tiba ada orang yang memanggil saya, lalu bilang, ‘Gus, sampean dipanggil mbah Moen,” saya pasti langsung percaya,” terang Gus Baha.
Jika kita analogikan dengan model keberagaman sekarang, hemat penulis, jika ada orang yang sangat mengagumi Allah dan Rasul, kemudian bertemu dengan seorang pendakwah yang dengan mudahnya berbohong atasnama agama, maka siapapun akan percaya.
Begitu juga sebaliknya, jika ada orang yang dianggap menghina Rasul, walaupun sebenarnya tidak ada niatan untuk menghina, tapi ada ustadz yang mengajak dan memprovokasi atasnama Rasulullah, tentu beberapa orang akan percaya dan ikut. (AN)
Wallahu a’lam.