Granada, Benteng Terakhir Kejayaan Islam di Eropa

Granada, Benteng Terakhir Kejayaan Islam di Eropa

Sebelum ditaklukkan pasukan Kerajaan Kristen, Granada adalah satu-satunya kerajaan Islam yang mampu bertahan lama.

Granada, Benteng Terakhir Kejayaan Islam di Eropa

Granada adalah salah satu di antara beberapa kota besar yang menjadi simbol kejayaan Islam di Eropa bersama Cordoba, Sevilla, Toledo dan kota lainnya yang berada dibawah pemerintahan Islam pada waktu itu, yaitu Dinasti Umayyah II yang berpusat di Cordoba.

Kota ini merupakan peninggalan kejayaan peradaban Islam di Eropa yang tak terlupakan. Dahulu, kota ini pernah menjadi simbol kemajuan ilmu pengetahuan pada masa kejayaan Islam di Andalusia yang memiliki pengaruh pesat terhadap kebangkitan Eropa.

Secara geografis Granada terletak di kaki gunung Sierra Nevada, yang berada pada muara muara tiga sungai, yaitu Beiro, Darro, dan Genhil. Letak Granada yang dekat dengan laut Meditarrenian, menjadikannya lokasi perdagangan bangsa Arab (orang barat menyebutnya bangsa moor) pada abad ke-13.

Pada masa kejayaan Islam di eropa, Granada adalah kiblat para pelajar dunia untuk menuntut ilmu. Granada merupakan kota yang bersinar terang karena kemilau cahaya kemajuan ilmu pengetahuan di saat kota-kota besar Eropa masih terkungkung dengan kegelapan.

Beberapa pusat kajian keilmuan yang menjadi tujuan para pelajar internasional pada waktu itu, adalah Universitas Granada, Perpustakaan al-Hambra, al-Yusufiah dan an-Nashriyyah.

Selain itu, di kota ini lahir ilmuwan-ilmuwan besar Islam seperti Abu al-Qasim al-Majrithi sang pencetus kebangkitan astronomi di Andalusia, Ibnu Athiyyah yang ahli tafsir, Imam asy-Syatibi, dan masih banyak lagi ilmuwan dan para ulama Islam yang lahir dikota ini.

Namun setelah runtuhnya Dinasti Umayyah II pada tahun  1031 M, Andalusia, termasuk Granada dikuasai oleh penguasa-penguasa kecil yang dikenal dengan Thaifah, sekitar abad 11-13 M.

Granada tercatat pernah berada di bawah kekuasaan Dinasti al-Murabithun (1140-1147 M), Dinasti al-Muwahidun (1121-1269 M) dan Dinasti Nasiriyyah atau yang terkenal dengan Emirat Granada.

Setelah runtuhnya Dinasti Umayyah II dan munculnya kerajaan-kerajaan kecil yang  menguasai Andalusia Masa keemasan Islam di Eropa tidak selamanya abadi, ditambah konflik internal di masing-masing kerajaan, serta adanya gerakan penakhlukan kembali yang dilakukan oleh pasukan Kristen yang disebut dengan Reconquista.

Akhirnya, Thaifah atau kerajaan kecil yang menguasai wilayah-wilayah di Andalusia takluk kepada pasukan Kristen, dan wilayah-wilayah kekuasaan mereka seperti Cordoba, Sevilla, Toledo dan lain sebagainya menjadi wilayah kekuasaan pemerintahan Kristen.

Pada era penakhlukan yang terjadi pada tahun 1200 M, Granada sempat berhasil menghindarkan diri dari kerajaan-kerajaan Eropa yang ingin menaklukannya. Setelah jatuhnya Cordoba, Granada menyepakati perjanjian dengan kerajaan Castile, salah satu kerajaan Kristen terkuat di Eropa.

Pada perjanjian tersebut, Granada tunduk dengan membayar upeti berupa emas kepada kerajaan Castile setiap tahunnya. Timbal baliknya, kerajaan Castile menjamin indepedensi Granada, dalam urusan dalam negeri mereka, dan lepas dari ancaman invansi Castile.

Faktor lain yang membantu Granada terhindar dari penaklukan adalah letak geografisnya yang berada di bawah kaki gunung sierra Nevada, serta menjadi benteng alami untuk melindungi kerajaan dari invansi pihak-pihak luar.

Granada menjadi satu-satunya kerajaan Islam yang bertahan pasca adanya Reconquista. Pada waktu itu, Granada dikuasai oleh Dinasti Nasyiriyah atau Dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M).  Di bawah kekuasaan Bani Ahmar, Granada mampu bertahan sekitar 200 tahun sebagai kerajaan Islam satu-satunya setelah kota-kota lainnya dikuasai oleh kaum nasrani.

Pada masa pemerintahan Bani Ahmar, Istana al-Hambra dibangun dan sempat menghidupkan kembali, asa kejayaan Islam untuk merebut kembali kota-kota seperti Cordoba. Dengan kemegahan Al-Hambra, Islam yang hanya berkuasa di wilayah yang tidak besar masih mempunyai taring untuk melawan pasukan Kristen.

Namun setelah bertahan selama kurang lebih 200 tahun dengan membayar upeti dan dikelilingi oleh kerajaan-kerajaan Kristen di sekitarnya. Pada tahun 1492 M, Granada sebagai benteng terakhir kejayaan Islam di Eropa jatuh ke tangan penguasa Kristen.

Kejatuhan Granada diawali dengan bersatunya kerajaan Kristen yang ditandai dengan pernikahan Raja Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabella dari kastilia pada tahun 1470 M, yang menjadikan kerajaan Kristen semakin kuat.

Di sisi lain, kerajaan Granada sedang melemah setelah diangkatnya Raja Granada yang bernama Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Sa’ad yang masih kecil, ditambah konflik internal yang terjadi. Bahkan, di antara mereka ada yang meminta bantuan kepada kerajaan Kristen untuk melawan saudaranya sendiri.

Setelah konflik yang berkepanjangan, serta serangan dari kerajaan Kristen sejak tahun 1491 M yang tidak pernah berhenti, akhirnya pada November 1491 M, Granada dikepung oleh pasukan-pasukan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Pada tanggal 2 januari 1492 M, pasukan Kristen berhasil memasuki kota Granada.

Setelah berhasil masuk kota Granada, Pasukan-pasukan Kristen kemudian memasuki istana al-Hambra. Mereka memasang bendera-bendera dan simbol-simbol kerajaan Kristen Eropa di dinding-dinding Al-Hambra sebagai tanda kemenangan, sedangkan di menara istana Al-Hambra dibentangkan bendera salib agar rakyat Granada tahu siapa pemimpin Granada yang baru.

Sejak itulah tokoh-tokoh Kristen mulai tinggal di masjid-masjid, sekaligus merubah fungsi masjid menjadi gereja. Dan sejak itu, kejayaan peradaban Islam di Eropa runtuh, ditandai dengan runtuhnya benteng terakhir Islam di Eropa, yaitu Kerajaan Granada.