Kesalahan kubu Jokowi adalah menganggap hanya mereka yang dirugikan golput. Padahal kerugian di kubu Prabowo juga sama besarnya.
Kok bisa? Lihat saja hasil-hasil survei yang menunjukkan undecided voters masih lebih dari 10 persen. Angka itu tak bisa dimaknai serampangan sebagai massa mengambang semata, tapi mesti dimaknai juga sebagai golput.
Dengan memaknainya sebagai golput, maka peluang tambahan suara bagi Jokowi dan Prabowo akan tertutup. Bahkan bisa terus berkurang seiring semakin menggelikannya model kampanye mereka. Sialnya, dalam waktu yang makin mepet ini, tak ada satupun cara efektif untuk membendung hal itu.
Sudah lihat sendiri kan efeknya ketika cara memfatwakan haram golput dan mengancam penyebar golput dengan UU ITE. Bukannya takut, para golput justru lebih menegaskan sikapnya dan terang-terangan mengampanyekan sikapnya.
Sialnya lagi, cara itu dilakukan kubu Jokowi di tengah merosotnya kepercayaan masyarakat pada mereka karena janji-janji yang gagal ditepati di periode sebelumnya dan di tengah massifnya serangan dari kubu Prabowo yang menggerus elektabilitas mereka sedikit demi sedikit.
Semestinya mereka diamkan saja golput. Anggap saja sebagai gejala yang wajar dalam demokrasi. Sehingga, mereka tidak perlu terjerumus dalam pertarungan langsung dengan golput atau justru mengamplifikasinya. Dengan begitu, meskipun tak bertambah, setidaknya elektabilitas mereka stagnan.
Apalagi jika mereka juga mengurangi serangan balasan yang tak perlu ke kubu Prabowo, seperti dengan mengangkat isu keislaman dan kehidupan Prabowo. Maka, sentimen golput yang sebenarnya cukup besar didorong kemuakan pada pola kampanye yang jauh dari isu-isu substansial akan lebih mengarah ke Prabowo. Meskipun bukan berarti bisa mengajak golput berkawan, tapi dalam situasi begini tak menambah musuh adalah keuntungan besar.
Tapi mau bagaimana lagi, seperti yang saya katakan di awal, kubu Jokowi terlalu merasa dirugikan dengan golput dan sangat aktif mengungkapkan perasaannya. Tak seperti kubu Prabowo yang mampu menyembunyikan atau mungkin meredam perasaan muak pada golput, sementara kerja-kerja kampanye akar rumputnya tetap berjalan. Sehingga, kalaupun tetap kalah, hasilnya tak mengenaskan. Atau, jangan-jangan malah bisa menang.
Kalau sampai Prabowo menang, artinya PDIP dua kali gagal jadi petahana pemenang. Dulu Megawati, kini Jokowi. Sama-sama dengan cawapres dari struktural PBNU. Sama-sama kesandung golput. Dulu kesandung golputnya Gus Dur, sekarang masyarakat yang muak. Sama-sama kalah melawan barisan SBY. Yang terakhir ini saya kira akan bikin kekalahan mereka sangat menyesakkan.