Hidup sebagai muslim minoritas di negeri orang tentu saja memberikan tantangan tersendiri. Namun bukan berarti diskriminasi akan selalu terjadi. Banyak orang yang beranggapan bahwa non-muslim akan selalu berlaku buruk kepada muslim, apalagi kepada muslim yang berbeda kewarganegaraan dengan mereka.
Namun kenyataannya tidaklah seburuk itu. Perlakuan diskriminatif hanya datang dari beberapa oknum saja, sedangkan mayoritas non-muslim justru bersikap sangat toleran kepada muslim. Begitu pula yang dirasakan Gitasav, sebagai muslim minoritas di Jerman, ia justru tidak pernah merasakan islamophobia.
“Kenyataannya Islam di west ga kenapa-napa kok. Islamophobia itu ada, tapi nggak banyak. Itu hanya satu dari jutaan aktivitas yang terjadi dalam satu hari,” ucap Gita dalam vlognya.
“Aku nggak pernah ngalamin islamophobia, malah aku ngerasain phobia sebelum aku pake kerudung,” lanjut Gita. Sebelum menggunakan kerudung, Gita mengaku sering diledek “ni hao-ni hao” karena wajahnya yang seperti orang China. Namun panggilan itu pun bukan dari orang Jerman, melainkan dari imigran lain.
Setelah menggunakan kerudung, Gita justru tidak pernah mengalami diskriminasi. “Aku ga pernah tuh sampai dijambak kerudungnya. Bahkan temen sekelasku pun nggak ada yang nanyain kenapa pakai kerudung, ga pernah juga dipersulit untuk shalat, ga pernah dipersulit untuk puasa atau apapun, ga pernah sama sekali.”.
Menurut Gita, perlakuan orang kepada kita bukan berdasarkan agama yang kita anut, melainkan bagaimana cara kita bersikap. Jika seorang muslim mampu mempresentasikan diri sebagai muslim yang baik, maka persepsi buruk non-muslim kepada umat muslim akan berubah.
Baca juga: Gita Savitri dan Kisah Cintanya dengan Pria Non-Muslim
Tidak semua orang muslim punya kesempatan pergi ke negara lain dan merasakan bagaimana menjadi minoritas di sana. Kebanyakan orang merasa takut akan islamophobia justru dari persepsi saja, bukan karena mengalami sendiri.
Jika kita perhatikan, fenomena islamophobia sesungguhnya berkaitan erat dengan propaganda media. Ada media yang dengan gencar mencitrakan Islam sebagai agama penyebar teror, hingga kemudian muncullah anggapan bahwa muslim adalah teroris.
Sebaliknya, media juga dengan gencar memberitakan kengerian islamophobia di negara-negara Barat. Propaganda tersebut membuat orang-orang muslim beranggapan bahwa non-muslim sangat memusuhi dan membenci Islam. Sehingga banyak orang muslim yang kemudian memusuhi non-muslim hanya karena termakan propaganda media.
Maka tak heran bila kaum ekstremis pun bermunculan. Mereka membenci dan memusuhi non-muslim, bahkan menganggap non-muslim boleh dibunuh dan diperangi, padahal mereka tidak mengalami prilaku diskriminatif dari non-muslim secara langsung.
Fenomena islamophobia atau terorisme yang diberitakan media memang benar terjadi, namun bukan berarti itu bisa merepresentasikan suatu negara atau agama tertentu. Tidak semua non-muslim mendiskriminasi umat muslim. Begitupun umat muslim, tidak semua umat muslim melakukan teror, karena itu hanyalah perbuatan para oknum yang salah memahami agama.
Stigma negatif non-muslim terhadap muslim, atau muslim terhadap non-muslim dapat dihilangkan dengan lebih banyak membuka mata, bertemu dan berdiskusi dengan orang lain yang berbeda agama dengan kita, serta selalu berbuat baik di mana pun dan kepada siapapun.
Sebagaimana yang dikatakan Gus Dur “Tidak penting apa agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya apa agamamu”