Dalam beberapa bulan terakhir, saya dan teman-teman di Pusat Kajian dan Pengembangan Pesantren Nusantara IAIN Surakarta membangun gerakan bertajuk Literasi Islam Santun dan Toleran. Mengapa perlu menggelorakan Islam santun? Apakah selama ini Islam tidak santun? Ini beberapa pertanyaan yang mencuat ketika kami melaunching program literasi Islam santun. Bahkan, ada yang mempertanyakan apakah ini jenis Islam yang baru? Berbagai pertanyaan tersebut justru semakin melecut untuk makin menggaungkan Islam santun.
Sebetulnya, gerakan Islam santun ini hendak mengingatkan bahwa pondasi bagi seorang muslim adalah kesantunan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, santun bermakna halus dan baik serta penuh rasa belas kasihan. Mengapa perlu diingatkan? Tidak bisa dipungkiri, berbagai peristiwa kekerasan terutama bom bunuh diri yang dilakukan oknum muslim membuat Islam dipahami sebagai agama yang jauh dari nilai-nilai kesantunan. Belum lagi adanya berbagai ujaran kebencian yang marak dan ditujukan untuk orang-orang yang dianggap tidak sama dengan dirinya.
Sebagai contoh, setahun yang lalu, teman-teman mahasiswa di IAIN Surakarta hendak mengadakan diskusi buku yang ditulis oleh seseorang dengan latar belakang syiah. Tiba-tiba, sekelompok orang menolak kehadiran narasumber tersebut karena dianggap akan menyebarkan paham syiah di perguruan tinggi Islam. Berbagai ujaran kebencian hingga makian beredar baik secara online maupun offline.Peristiwa ini seperti petir di siang hari. Nilai-nilai Islam yang mengedepankan kesantunan, perdamaian dan kasih sayang seperti tenggelam dan menguap begitu saja. Gerakan Islam santun ini sejatinya mengingatkan kembali bahwa bersikap santun adalah nilai dasar seorang muslim. Ibarat bangunan, kesantunan adalah pondasi seorang muslim dalam menjalani hidup sehari-hari.
Dalam acara car free day akhir Juli lalu, saya dan teman-teman juga meluncurkan gerakan wani urip wani santun. Artinya, jika kita berani hidup, maka kita harus berani bersikap santun dan welas asih terhadap siapapun. Jika merujuk pada Islam rahmatan lil alamien, maka sikap rahmah atau welas asih harus ditunjukkan dan disampaikan kepada segenap alam. Bahkan bukan hanya kepada manusia tetapi juga lingkungan sekitar.
Baca juga: #2019GantiPresiden di Markobar itu Biasa Saja, Islam Santun di CFD Baru Luar Biasa
Soal bersikap santun, kita layak bercermin pada peristiwa yang pernah menimpa Nabi Muhammad ketika hijrah ke Thoif dalam rangka berdakwah. Sebagaimana diceritakan dalam kitab sabilul munji karya Ahmad Abdul Hamid (1955), dakwah Nabi tidak diterima oleh penduduk Thoif. Bukan hanya ditolak, Nabi juga dicaci maki dan disoraki bahkan hingga dilempar batu hingga kaki Nabi berlumuran darah. Nabi memilih tenang dan kembali ke Makkah.
Dikisahkan, malaikat sempat meminta ijin kepada Nabi untuk membalas perlakuan penduduk Thoif agar binasa. Apakah Nabi menyetujui? Alih-alih mengiyakan, Nabi justru melarang keras dan berharap bahwa jika penduduk Thoif yang sekarang belum bisa beriman, maka semoga anak turunnya mendapat hidayah dan masuk Islam.
Jika kita mengaku menjadikan Nabi sebagai suri tauladan, maka sikap Nabi yang demikian santun dan mengedepankan rasa belas kasihan harus menjadi cermin kita dalam berinteraksi dengan segenap lapisan masyarakat. Bagi Nabi, perlakukan penduduk kepadanya karena mereka tidak tahu siapa sesungguhnya Muhammad dan mereka belum mendapatkan hidayah atau petunjuk dari Allah. Seandainya mereka tahu, maka sikap penduduk tentu tidak akan seperti itu. Justru Nabi berharap bahwa mereka suatu saat akan sadar dan masuk Islam bukan karena paksaan tetapi karena hidayah dan kesadaran.
Nabi justru menunjukkan betapa sikap santun tidak hanya kepada sesama muslim tetapi kepada siapa saja, apa pun latar belakang agama maupun sukunya.
Jika seorang muslim mampu bersikap santun kepada siapa saja, justru prilakunya itu seperti iklan terhadap Islam itu sendiri. Mengapa? Karena orang akan melihat dengan mudah seperti apa itu Islam ya dari prilaku muslim. Baik buruknya Islam akan terlihat bagaimana seorang muslim bertindak. Tindakan santun yang dilakukan oleh seorang muslim akan membuat orang lain bersimpati dan berempati pada Islam. Bagaimana menurutmu?