Upaya-upaya Kafir Quraisy Menghentikan Dakwah Nabi: Kisah Turunnya Surat al-Kafirun

Upaya-upaya Kafir Quraisy Menghentikan Dakwah Nabi: Kisah Turunnya Surat al-Kafirun

Upaya-upaya Kafir Quraisy Menghentikan Dakwah Nabi: Kisah Turunnya Surat al-Kafirun
Ilustrasi berhala.

Kaum kafir Quraisy melakukan berbagai cara untuk menghentikan dakwah Islam. Mulai dari menghina, menyiksa dan menghabisi nyawa sebagian kaum muslim dengan bengis dan sadis.

Semua itu sama sekali tidak memalingkan keimanan umat Islam, justru semakin hari pengikut Nabi bertambah, bahkan dua orang terkemuka Quraisy, Hamzah dan Umar telah memeluk agama Islam.

Ibarat mencincang air, apa yang mereka lakukan sia-sia. Kali ini kaum kafir Quraisy mencari jalan lain, dengan cara menawarkan beberapa hal kepada Nabi dan berharap beliau mau mengikuti permintaan mereka menghentikan dakwah Islam.

Sore itu, ketika matahari baru saja terbenam, para tokoh Quraisy berkumpul di Ka’bah, di antaranya ada Utbah, Syaibah, Abu Sufyan, al-Nadhr, Abu Jahal, Zam’ah dan lain sebagainya. Mereka bermaksud untuk berunding dengan Rasulullah SAW perihal agama baru yang dibawa beliau. Salah satu di antara mereka menyuruh untuk memanggil Nabi.

Mendapat undangan tersebut, Rasulullah bergegas menemui mereka. Beliau mengira bahwa bangsa Quraisy telah menerima risalah Islam. Sesampainya di sana, Rasulullah langsung duduk bergabung dengan mereka, lalu salah satu dari mereka mulai berbicara:

“Hei Muhammad, selama ini belum pernah ada bangsa Arab yang selancang dirimu, kamu telah menghina nenek moyang, mencela agama, melecehkan Tuhan-Tuhan, membuyarkan angan-angan, dan memecah belah persatuan. Tidak ada hal yang paling berbahaya, kecuali yang kamu bawa itu. Jika kamu melakukannya karna harta, kami akan mengumpulkan seluruh kekayaan kami, agar kamu jadi orang paling kaya. Jika kamu melakukannya karena mencari kehormatan, akan kami angkat kamu sebagai pemimpin, atau jika kamu melakukannya demi kekuasaan akan kami angkat kamu menjadi raja. Dan jika apa yang kamu alami adalah sebab jin yang tidak bisa kamu usir, kami akan mencarikan tabib untukmu dan membiayai pengobatan sampai kamu sembuh.”

Nabi Muhammad SAW pun menjawab, “Apa yang kalian katakan? Aku tidak mencari kekayaan, kehormatan, maupun kekuasaan. Allah mengutusku sebagai rasul, memberikanku kitab, untuk menyampaikan kabar gembira pada kalian, maka aku menyampaikannya dan memberi nasihat pada kalian. Jika kalian menerima, kalian beruntung dunia akhirat. Dan jika kalian menolaknya, aku akan bersabar sampai Allah menetapkan persoalan di antara kita.

Mendengar jawaban Rasulullah SAW, para tokoh Quraisy itu mendesak beliau dengan berbagai permintaan tidak logis untuk membuktikan kebenarannya. Mereka meminta Nabi SAW agar Allah menggeser gunung dan meluaskan negri mereka, mengalirkan air melimpah seperti di Syam, menghidupkan Qusay bin Kilab –nenek moyang mereka- untuk menanyakan perihal agama baru yang dibawanya, bahkan salah satu di antara mereka ada yang meminta Nabi supaya membuatkan tangga ke langit, menaiki tangga itu, dan melihat beliau bersama para malaikat yang membenarkannya di langit.

Nabi juga diminta agar Allah membuatkannya istana yang megah, memberi emas dan perak, agar mereka dapat melihat kelebihan Nabi, sebab di mata mereka Nabi hanyalah seorang pedagang di pasar.

Rasulullah SAW menjawab semua permintaan dengan jawaban yang sama sebagaimana di awal, bahwa beliau diutus bukan untuk hal itu, namun Nabi Muhammad diutus untuk memberikan peringatan dan kabar gembira sesuai dengan pedoman Al-Qur’an. Dan terserah pada mereka mau menerima atau tidak. Lalu mereka meminta agar Allah segera menurunkan azab, Nabi pun menjawab, “Jika Allah berkehendak, hal itu pasti terjadi.”

Setelah perundingan selesai, Rasulullah SAW pulang dengan perasaan sedih sebab perkataan para tokoh Quraisy tersebut, mereka juga menantang tidak akan beriman pada Nabi, padahal Rasulullah sangat memperhatikan mereka untuk memeluk agama Islam.

Perundingan di atas membuat kaum kafir Quraisy semakin kesal, semua tawaran mereka ditolak dan tidak dapat menggoyahkan dakwah Islam sedikit pun. Selain merasa gagal, mereka juga merasa kalah argumen dengan jawaban Rasulullah. Namun mereka tidak kehilangan cara. Setelah mengiming-imingi harta dan tahta tidak berhasil, kali ini mereka memilih jalan tengah, dengan cara mengadakan kompromi dengan Nabi.

Suatu hari ketika Rasulullah sedang bertawaf di Ka’bah, tiba-tiba empat orang terkemuka Quraisy menghentikan beliau, mereka adalah Aswad bin Muthalib, Walid bin Mughiroh, Umayah bin Khalaf dan al-‘Ash bin Wa’il. Keempatnya berbicara saling bergantian pada nabi:

Hai Muhammad, kami akan menyembah apa yang kamu sembah dan kamu juga menyembah apa yang kami sembah, dengan begitu kita bisa bekerja sama dalam hal ini. Jika apa yang kamu sembah lebih baik dari sembahan kami, maka kami akan mengambil kebaikan itu, begitu juga dengan dirimu, jika apa yang kami sembah lebih baik dari sembahanmu, maka kamu pun juga harus mengambil bagian darinya.”

Pada dasarnya kaum kafir Quraisy tidak menyatakan secara jelas tentang kebathilan agama Nabi, mereka hanya ragu dan masih terpaut erat dengan agama nenek moyang mereka. Karenanya mereka mengira bahwa dengan mengatakan hal demikian mereka telah melakukan kebenaran.

Akan tetapi dugaan mereka meleset, setelah mereka selesai mengungkapkan keinginannya pada nabi, Allah menurunkan surah al-Kafirun ayat 1-6: 1. Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. 2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. 5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.

Mendengar jawaban Nabi mereka sangat kebingungan dan berpikir keras untuk itu. Akhirnya kaum kafir Quraisy berinisiatif untuk menanyakan tentang nabi pada bangsa Yahudi. (AN)

Wallahu ‘Alam

 

Baca juga artikel lain tentang Sirah Nabawiyah, kisah hidup Rasulullah SAW.