Seorang artis keren bernama Madam Jafari ditemani seorang sutradara bernama Panahi datang ke daerah terpencil di pelosok Iran. Dengan sebuah mobil, mereka berdua melewati bukit dan jalan yang tak beraspal demi mencari seorang anak perempuan yang mengirimkan sebuah video kepada mereka.
Video tersebut direkam dalam sebuah gua di desa pelosok Iran oleh seorang perempuan bernama Marziye. Marziye merekam video tersebut sesaat sebelum ia gantung diri. Dalam rekamannya ia bercerita bahwa Marziye ingin sekali menjadi artis, sayangnya ia telah dijodohkan dengan anak laki-laki.
Rumor yang ia dapat, jika ia melanjutkan menikah, ia tidak akan bisa menggapai cita-citanya menjadi seorang artis. Hal ini karena dianggap sebagai salah satu hal yang dapat mengurangi kehormatan keluarganya.
Dari video yang dikirim via Telegram inilah Madam Jafari dan Panahi menyusuri perkampungan Marziye, bertemu orang-orang sekitar dan menemukan berbagai kejanggalan atas video bunuh diri yang dikirimkan kepada mereka, termasuk siapa yang mengirimkan video tersebut dan pengakuan keluarga Marziye sendiri.
Film yang berjudul “3 Faces” yang diputar saat penutupan Madani Film Festival 2019 ini merupakan garapan dari sutradara kenamaan asal Iran, Jafar Panahi. Garin Nugroho menyebutkan bahwa Iran sangat erat dengan sastra, bahhkan menurutnya, rata-rata sineas asal Iran pernah bekerja untuk lembaga kanun Iran.
Sutradara film Guru Bangsa: Tjokroaminoto ini juga mengungkapkan bahwa Jafar Panah ditangkap oleh pemerintah Iran karena dianggap menentang pemerintah, bahkan ia dilarang oleh pemerintah Iran untuk membuat film lagi. Suatu saat Panahi berhasil membuat film dan disimpan melalui flash drive yang diselipkan ke dalam kue.
“Film Jafar Panahi tersebut diputar dalam Festival Film Canes tahun 2011 dan film itu diberi judul This is not a Film,” tutur Garin disambut tawa penonton.
Salah satu scene yang menarik dari film 3 Faces karya Jafar Panahi ini adalah ketika Madam Jafari diajak oleh salah satu warga untuk datang ke rumahnya karena ia baru saja mengadakan pesta untuk khitanan anaknya. Yang menarik adalah saat laki-laki tua ini menitipkan potongan kemaluan puteranya yang usai dikhitan kepada Madam Jafari untuk diberikan kepada salah satu artis yang ia kenal sebagai artis yang keren.
Laki-laki itu berargumen bahwa di desanya ada tradisi bahwa potongan kemaluan yang dikhitan itu menentukan akan jadi kelak anak yang dikhitan. Jika “potongan” itu diberikan kepada dokter, maka saat besar kelak putra yang dikhitan itu akan jadi dokter, begitu juga dengan profesi lain.
Pada bagian ini, hampir semua penonton tertawa. Penulis juga tidak menyangka bahwa dalam sebuah tradisi daerah, “potongan” kulit kemaluan yang dikhitan begitu sangat penting, bahkan ikut menentukan nasib sang anak kelak di masa depan. Walaupun perlu ditelisik ulang, apakah kisah ini hanya rekaan Jafar Panahi atau memang benar-benar terjadi di salah satu daerah Iran.
Wal hasil, Madani Film Festival ini ditutup dengan film yang sangat ciamik dan mengenalkan kita pada ragam budaya yang ada di pelosok Iran. Sugar Nadia, Festival Director Madani Film Festival 2019 mengaku bahwa ada sekitar 2000an penonton yang hadir dalam rangkaian acara Madani Film Festival 2019.
Dari seluruh penonton, panitia, relawan, hingga board bersepakat dan sangat berharap agar acara ini bisa berlangsung pada tahun-tahun ke depan dan menjangkau lebih banyak penonton.
“Kami juga ingin ke depannya Madani Flm Festival bisa menjangkau pesantren-pesantren dan IAIN yang ada di seluruh Indonesia,” ujar Putut Widjanarko, Festival Board Madani Film Festival saat penutupan.