Faqihuddin Abdul Kodir menyebut bahwa Al-Quran dan hadis sebenarnya lebih banyak menyebutkan term rahmat dan kasih sayang dari pada kebencian. Hanya saja, sebagian orang lebih banyak menghafal ayat maupun hadis tentang kebencian, padahal jumlahnya sangat sedikit.
Menurut salah satu penulis buku Moderasi Beragama Prespektif Bimas Islam ini, dalam Al-Quran ada 144 kata rahmat. Jumlah ini terhitung lebih banyak dari pada ayat-ayat yang menunjukkan kebencian.
“Dari sekian banyak ayat rahmat tersebut sebagian kita hanya hafalnya “wa lan tardha ankal Yahudu wa lan nashara hatta yattabia millatahum,” tutur dosen Institut Studi Islam Fahmina ini dalam acara bedah buku Moderasi Beragama Prespektif Bimas Islam, Kamis (28 Juli 2022). Acara ini merupakan bagian dri rangkaian International Conference on Religious Moderation (ICROM 2022) yang diselenggarakan oleh Bimas Islam Kementrian Agama RI.
Faqih menambahkan dengan sumber dan argumentasi kasih sayang yang sangat bejibun di Al-Quran maupun hadis, problem sebenarnya dari eksklusifisme dan kebencian di Indonesia adalah cara pandang yang mempersempit sumber keagamaan yang sangat kaya.
“Problem kita sesungguhnya cara pandang kita yang justru menyempitkan sumber yang begitu kaya dalam Al-Quran dan hadis,” lanjut Faqih.
Sehingga, menurut Faqih, sumber-sumber yang begitu kaya tersebut seharusnya tidak dilupakan dan dijadikan pedoman, bukan malah dilupakan hanya karena membenci kelompok tertentu. Bahkan, menggunakan ayat-ayat dan hadis yang jumlahnya sangat sedikit dan bisa jadi kasuistik, demi melegitimasi kebencian tersebut.
“Banyak sekali Al-Quran dan hadis yang kita lupakan hanya karena membenci kelompok,” tutur Faqih.
Faqih mencontohkan misalnya banyak sekali hadis-hadis interaksi nabi dengan anak-anak, tetapi yang diingat dan dihafal hanya hadis tentang perintah melakukan shalat bagi anak kecil yang berumur 7 tahun dan kebolehan memukulnya saat meninggalkan shalat saat umur 10 tahun.
“Banyak ayat tapi hanya satu-dua ayat yang dikutip demi melayani kebencian kita,” terang Faqih.
Beberapa orang yang merasa mendidik anak agak susah, akhirnya menggunakan hadis tersebut. Problem sebenarnya ada pada ketidakmampuan mendidik anak, tetapi mencari-cari legitimasi dalam hadis demi bisa memukul anak.
Padahal, menurut Faqih, hadis tersebut tidak ditemukan dalam Sahih al-Bukhari atau Muslim. (AN)