Shalat merupakan kewajiban yang harus dilakukan setiap umat Islam, khususnya bagi orang yang sudah memenuhi persyaratan shalat. Meninggalkan shalat adalah dosa dan diharuskan bagi orang yang meninggalkannya, baik sengaja atau tidak sengaja, untuk menggantinya (qadha).
Sebagaimana ibadah pada umumnya, dalam shalat ada aturan yang harus dilakukan dan tidak sah shalat bila aturan tersebut tidak dilakukan. Dalam istilah fikih ini disebut dengan rukun. Kemudian juga ada kesunnahan shalat yang tidak berpengaruh pada sah atau tidaknya ibadah, tetapi dianjurkan untuk melakukannya. Inilah yang dimaksud dengan sunnah shalat.
Para ulama membagi sunnah shalat dalam dua kategori: sunnah ab’ad dan sunnah haiat. Dua pembagian ini mungkin sudah sangat populer, termasuk macam-macam dari dua bagian itu. Akan tetapi, Zaynuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in menjelaskan beberapa kesunnahan shalat lainnya di luar sunnah ab’ad dan haiat. Di antara kesunnahan shalat yang disebutkan Zaynuddin al-Malibari adalah:
سن دخول صلاة بنشاط وفراغ قلب وفيها خشوع وتدبر قراءة وذكر وإدامة نظر محل سجوده وذكر ودعاء سرا عقبها
“Disunnahkan mengerjakan shalat dengan semangat, hati dalam keadaan kosong, khusyuk, menghayati bacaan dan dzikir, mengarahkan pandangan ke tempat sujud, dzikir dan doa setelah shalat secara sir (tidak mengeraskan suara)” (Zaynuddin al-Malibari, Fathul Mu’in, (Jakarta: Darul Kutub Islamiyyah, 2009), 49)
Merujuk pada penjelas di atas, ada beberapa kesunnahan yang dianjurkan pada saat mengerjakan shalat:
Pertama: Mengerjakan shalat dengan semangat, karena Allah SWT menyindir orang-orang munafik yang mengerjakan shalat dengan malas. Allah SWT berfirman dalam surat al-Nisa ayat 142:
وإذا قاموا إلى الصلاة قاموا كسالى
“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas”
Sebagai orang beriman tentu kita tidak mau cara shalat kita disamakan dengan orang munafik. Sebab itu, jangan bermalas-malasan saat mengerjakan shalat.
Kedua: mengosongkan hati dari segala macam kesibukan dan pikiran. Saat shalat usahakan pikiran fokus pada bacaan yang dibaca dan tidak memikirkan kegiatan yang dikerjakan sebelum shalat atau yang akan dikerjakan. Mengosongkan hati dan pikirin termasuk cara untuk melatih kefokusan (khusyu’).
Ketiga: mengerjakan shalat dengan penuh kekhusyukan. Pada saat shalat usahakan pikiran fokus kepada Allah SWT dan tidak memikirkan yang lain. Memang khusyu’ tidaklah mudah, tapi ini perlu diusahakan terus menerus.
Keempat: merenungi setiap bacaan dan dzikir yang dibaca saat shalat. Merenungi dan menghayati bacaan shalat termasuk salah satu cara untuk meningkatkan kekhusyukan ibadah. Jangan sampai lisan kita membaca bacaan shalat, tetapi pikiran dan hati melayang entah ke mana.
Kelima: pandangan mengarah ke tempat sujud. Mengarah pandangan ke tempat sujud juga termasuk cara meningkatkan kefokusan. Ini disunnahkan bagi orang buta sekalipun atau orang yang shalat dalam ruangan yang gelap.
Keenam: disunnahkan setelah shalat dzikir dan berdoa dengan tidak mengeraskan suara, khususnya bagi orang yang shalat sendiri. Namun bukan berati dzikir dan doa mengeraskan suara setelah shalat tidak bolehkan. Hal ini tetap dibolehkan sebagaimana dijelaskan Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in:
يسن الإسرار بهما لمنفرد ومأموم وإمام لم يرد تعليم الحاضرين ولا تأمينهم لدعائه بسماعه
“Disunnahkan tidak mengeraskan dzikir dan doa bagi orang yang shalat sendiri, serta bagi makmum dan imam yang tidak ingin mengajarkan makmumnya dan tidak (berharap) mereka mengamini doanya”
Artinya, bagi imam yang bertujuan untuk mengajarkan dzikir pada makmum atau membimbing makmum untuk tetap fokus dalam berzikir dibolehkan mengeraskan suara pada saat dzikir. Dibolehkan juga bagi imam yang ingin berdoa dan diamini bersama-sama oleh makmum.
Dzikir bersama dengan mengeraskan suara setelah shalat bukanlah bid’ah tercela karena Nabi juga pernah melakukannya dengan para sahabat. Hal ini sebagaimana dikisahkan Ibnnu Abbas dalam hadis Bukhari dan Muslim.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ، كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري ومسلم
“Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: ‘Bahwa mengerasakan suara dalam berdzikir ketika orang-orang selesai shalat maktubah itu sudah ada pada masa Nabi saw” (H.R. Bukhari-Muslim)
Tulisan ini pernah dimuat di NU Online