Ditanya Hukum Musik, Ini Jawaban Habib Umar bin Hafidz

Ditanya Hukum Musik, Ini Jawaban Habib Umar bin Hafidz

Sebab musik berkaitan dengan profesi dan pekerjaan banyak orang, tidak heran bila hukum musik terus ditanyakan masyarakat. Ketika mengisi kajian di hadapan selebritis dan pengusaha, masalah ini juga diutarakan kepada Habib Umar bin Hafidz.

Ditanya Hukum Musik, Ini Jawaban Habib Umar bin Hafidz
Habib Umar bin Hafidz (sumber poto: kalamhabaibindonesia)

Hukum musik persoalan yang tidak ada habisnya. Sudah banyak pendakwah dan ahli hukum yang menjelaskan masalah ini. Sejak dulu, persoalan ini sudah menjadi perdebatan di dalam Islam. Sebab musik berkaitan dengan profesi dan pekerjaan banyak orang, tidak heran bila hukum musik terus ditanyakan masyarakat. Ketika mengisi kajian di hadapan selebritis dan pengusaha, masalah ini juga diutarakan kepada Habib Umar bin Hafidz.

“Ada teman yang titip pertanyaan, bagaimana hukum musik dalam Islam,” Tanya Ummi Pipik.

Habib Umar menjelaskan, pemusik adalah orang yang bekerja dan bergelut dengan perasaan manusia. Mereka biasanya lebih memahami apa yang nyaman bagi perasaan dan hati manusia. Mereka sangat mengerti, suara, lantunan, dan syair seperti apa yang enak didengar dan terasa nyaman di dalam hati. Karenanya, seorang musisi harus memiliki kepekaan terhadap dzikir-dzikir yang membuat hati seseorang lebih nyaman. Doa, dzikir, dan ibadah termasuk salah satu cara untuk membuat hati manusia lebih nyaman.

Terkait hukum musik, pertama mesti dilihat dari alat atau instrument yang digunakan. Kalau yang digunakan itu alat yang diharamkan di dalam syariat, seperti mizmar, maka hukumnya haram. Kalau alat yang dibolehkan di dalam hadis Nabi, hukumnya sunnah. Tapi kalau tidak disebutkan penjelasannya di dalam hadis Nabi, hukumnya ada dua kemungkinan: boleh atau tidak. Karenanya, inilah yang menyebabkan perbedaan pendapat di antara ulama.

Selain alat yang digunakan, yang perlu diperhatikan juga dalam musik adalah substansi lagu, syair, atau lirik yang dibawakan. Sebagaimana diketahui, syair dapat membangkitkan perasaan. Apabila yang dibangkitkan itu adalah hal-hal yang buruk, sehingga muncul keinginan untuk melakukan keburukan, atau syairnya mengandung ungkapan buruk, cacian, dan seterusnya, maka itu diharamkan. Tapi kalau isinya mengajak pada kebaikan, membangkitkan semangat untuk melakukan perbuatan baik, maka ini tentu dibolehkan dan menjadi kebaikan pula.

Isi syair penting diperhatikan karena pada hakikatnya nafsu manusia sangat mudah terpengaruh, baik pengaruh positif ataupun negatif. Musik yang isinya penuh hikmah, mengajak orang untuk berbakti kepada orang tua, mengajak kepada silaturahim, menggiring kepada ketaatan, berdema, dan peduli kebapa sesama, ini bagian dari sesuatu yang baik.

Dahulu Rasulullah memiliki sahabat penyair, Sayyidina Hasan bin Tsabit. Beliau seniman, banyak membuat syair yang isinya memuji dan membela Rasulullah. Beliau paling terdapat dalam membela Rasulullah dari cacian orang kafir. Rasulullah SAW terus menyemangati dan mendukung apa yang dilakukan Hasan bin Tsabit. Rasul bersabda, “Sesungguhnya Jibril dan Mikail senantiasa bersamamu di dalam syairmu,  selama isinya membela Nabi Muhammad SAW.”

Selain itu, Rasulullah juga senang mendengarkan syair dari Umayyah bin Shalth, penyair Arab jahili. Rasul menyukainya, karena di dalam syairnya terdapat banyak hikmah dan kebaikan. Nabi pernah bertanya kepada sahabat yang hafal syair umayyah. “Apakah kamu hafal syair umayyah,” Tanya Nabi SAW. Sahabat itu kemudian membacakan satu atau dua syair. Rasul meminta supaya dibacakan lagi. Sahabat itu akhirnya membacakan syair Umayyah sampai seratus bait.

Kemudian, Abu Bakar pernah menegur anak-anak yang sedang bersyair dan bernyanyi di rumah Rasulullah. Ketika itu, Aisyah bersama anak-anak, dan Rasulullah sedang rebahan di rumahnya. Abu Bakar tiba-tiba masuk dan memarahi Aisyah, “Masak ada suara setan di rumah Nabi SAW.” Nabi Muhammad bersabda, “Biarkanlah Abu Bakar, ini hari lebaran, biarkan mereka melantunkan syair yang tidak mengandung keburukan.”