Dalam islam, boleh nggak sih suami ngecek diam-diam HP istri atau sebaliknya? Nah, sebelum ke sana, kita harus mafhum bahwa upaya memeriksa diam-diam telepon genggam orang lain bisa diartikan sebagai tindakan untuk mencari tahu rahasia pribadi orang lain. Tindakan ini pada dasarnya merupakan praktik tercela yang dilarang sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Hujurat ayat 12.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan sangka (kecurigaan) karena sebagian dari sangka itu dosa. Jangan memata-matai orang lain…,” (Surat Al-Hujurat ayat 12).
Pada hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk menjauhi tindakan tercela, yaitu saling mengintai, mendengki, membenci, dan saling memutuskan ikatan persahabatan.
التَّحَسُّسُ هُوَ الاِسْتِمَاعُ إِلَى حَدِيثِ الْغَيْرِ، وَهُوَ مَنْهِيٌّ عَنْهُ لِقَوْل رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Artinya, “Tahasus (mencari tahu dengan pancaindra) salah satunya mendengarkan percakapan orang lain. Tahasus dilarang dalam agama berdasarkan hadits Rasulullah SAW, ‘Jangan kalian memata-matai, jangan menyalahgunakan pancaindra (untuk mencari tahu orang), jangan saling mendengki, jangan saling membenci, jangan memutuskan tali ikatan. Jadilah hamba Allah yang bersaudara,’ (HR Muslim),” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz V, halaman 292).
Praktik pengintaian, “nguping”, dan tindakan yang digambarkan oleh orang sekarang ini dengan istilah “kepo” sejatinya dilarang oleh agama Islam kecuali ada kepentingan tertentu, yaitu kepentingan perang, pengadilan, dan kepentingan lainnya.
Oleh karena itu, ulama menyatakan tiga hukum pengintaian (tajasus) dan “nguping”, yaitu, haram sebagaimana keterangan Al-Qur’an dan hadits, wajib dalam situasi perang, dan mubah demi kepentingan pengadilan, (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz X, halaman 162).
Lalu bagaimana dengan pengintaian seorang suami atau istri dengan cara membaca secara mencuri chatting atau percakapan hp milik pasangannya?
Pertanyaan ini tidak mudah dijawab dengan haram, wajib, atau mubah seperti keterangan di atas. Pertanyaan ini menurut kami adalah persoalan pelik. Tetapi kami akan menjawab secara umum bahwa perkawinan seharusnya dibangun di atas dasar keterbukaan, kepercayaan, dan penghormatan sehingga tidak ada kecurigaan yang berujung pengintaian.
التراضي أساس في عقد الزواج
Artinya, “Sikap saling ridha merupakan asas dalam ikatan perkawinan,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, (Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun), juz X, halaman 548).
Dengan prinsip ridha, keterbukaan, kepercayaan, dan penghormatan, suami maupun istri seyogianya tidak perlu melakukan pengintaian atau kepo dengan memeriksa hape pasangan masing-masing. Keduanya seyogianya saling menghormati privasi pasangannya.
Meski demikian, dalam realitasnya prinsip-prinsip itu sulit dipraktikkan oleh masing-masing pasangan suami-istri. Prinsip-prinsip itu semakin sulit dipraktikkan dalam situasi yang pasangannya kedapatan pernah melakukan sejenis pengkhiatan atas ikatan perkawinan atau ada indikasi-indikasi ke arah itu.
Kami menyarankan suami-istri untuk menghormati privasi pasangannya, dan menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pasangan masing-masing agar tercipta suasana kehidupan rumah tangga penuh ketenteraman, tanpa hantu kecurigaan.