Alkisah, seorang anak laki-laki bertanya kepada Ibunya, “siapakah yang mengurusku Bu?” Ibunya menjawab, “Aku yang mengurusmu, aku yang memenuhi kebutuhanmu.”
Anak itu pun bertanya, “Lalu siapa yang mengurusmu?” “Bapakmu, dialah yang memenuhi kebutuhanku,” jawab Ibunya singkat. Ia pun beralih kepada bapaknya. “Bapak, siapa yang mengurusmu?” Bapaknya kemudian menjawab, “Raja Negeri ini, dialah yang menyediakan pekerjaan.”
Tidak segera puas, anak itu pun meragukan jawaban kedua orang tuanya. Ia pergi ke gua di atas bukit. Tempat yang tidak asing baginya. Ia disembunyikan Ibunya untuk menghindari kejaran intel Raja Namrudz yang ketika itu dihantui mimpi buruk kelahiran bayi laki-laki yang merusak kerajaannya. Sehingga Ia tidak menghendaki ada bayi laki-laki lahir di wilayahnya.
Di dalam gua, anak yang cerdas ini telah berpikir untuk menemukan pertanyaan pelik, siapakah sesungguhnya yang telah mengurus dirinya, kedua orang taunya, dan si raja. Dalam proses pencarian, Ia sempat mengira kalau Bintang, Bulan, dan Matahari adalah sosok yang dicarinya itu. Tetapi Bintang, Bulan, dan Matahari selalu hilang, terus berganti seiring proses alamiah perputaran waktu. Ia pun tak puas.
Pada akhirnya anak itu menyimpulkan, dibalik semua hal yang Ia lihat dengan panca indera, ada Dzat yang menciptakan dan mengurus semuanya. Dialah Tuhan yang Maha Esa, Allah swt.
Ya. Anak yang dimaksud tidak lain adalah Ibrahim As. Penggalan kisah ini dapat ditemukan dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razi ketika membahas Q.S al-An’am ayat 75-79. Inilah sepenggal kisah dimana manusia menemukan konsep monotheisme, ajaran yang cukup lama diyakini umat manusia.
Seperti kita ketahui, Ibrahim adalah figur yang diyakini menjadi muara dari tiga agama besar; Yahudi, Kristen, dan Islam, yang dikenal dengan sebutan Abrahamic Religions. Ketiga agama ini sama-sama memuat kisah Ibrahim dalam kitab sucinya, sesuai dengan versi masing-masing. Oleh karenanya, konsep monotheisme telah dikenal ribuan tahun yang lalu. Umat Islam sekarang ini mengenal konsep ini dengan istilah Tauhid, Mengesakan Tuhan.
Definisi paling mudah tentang Tauhid adalah mengesakan Tuhan. Tidak ada yang patut disembah, diharapkan, dan bahkan tidak ada sesuatu yang ada, melainkan hanya Tuhan. La ma’bud, la mathlub, la maujud, illa Allah. Dalam tataran ini, seluruh umat Muslim akan bersepakat bahwa Tuhan, Allah swt, adalah Esa, tidak ada keraguan.
Al-Quran mengajarkan bahwa ketika kita berselisih antar satu dengan yang lain, maka kembalilah pada Tauhid, kalimatun sawa baini wa bainakum. Menyadari sebagai makhluk Tuhan, maka kita yang tak layak untuk meremehkan apalagi mencelakakan makhluk-Nya yang lain.