Isu tentang ayah Youtuber Indonesia Atta Halilintar, Halilintar Anofial Asmid, yang diduga mengikuti organisasi terlarang asal Malaysia bernama Darul Arqam kembali diperbancangkan. Isu tersebut kembali mencuat lantaran hingga saat ini sang ayah masih enggan untuk kembali ke tanah air dan masih menetap di Malaysia, bahkan saat momen lebaran beberapa waktu lalu. Apalagi ia juga belum menengok cucu pertamanya dari Atta dan Aurel.
Diketahui bahwa Anofial Asmid merupakan pengikut dari sebuah organisasi yang bernama Darul Arqam. Informasi ini didapatkan dari salah seorang sahabatnya saat berkuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, yakni Eep Saefulloh Fatah. Dalam sebuah wawancara, Eep menuturkan bahwa suatu kali ia pernah mengobrol dengan sahabatnya itu. Dari obrolan itulah ia mengetahui aktivitas Anofial Asmid sebagai salah seorang pengikut Darul Arqam. Lalu, apa sebenarnya organisasi Darul Arqam itu?
Darul Arqam awalnya merupakan sebuah pengajian keluarga yang disebut “Pengajian Rumah Putih”, karena aktivitasnya dilakukan di sebuah rumah bercat putih. Setelah itu, pengajian tersebut semakin berkembang dan menjadi sebuah gerakan keagamaan bercorak Tasawuf yang disebut dengan tarekat Suhaimiyah. Nama tersebut dinisbatkan kepada pemimpinnya saat itu yang bernama Muhammad Suhaimi, ulama Malaysia yang berasal dari Wonosobo. (Asep Zaenal, 2009)
Pada 28 Februari 1971, pengajian tersebut akhirnya resmi menjadi sebuah organisasi yang dinamakan “Darul Arqam”. (Asep Zaenal, 2009) Sumber lain mengatakan bahwa organisasi tersebut didirikan pada tahun 1968. (Muridan, 2007) Pendirinya bernama Syekh Ashaari Muhammad. Basis aktivitas mereka adalah di Sungai Penchala, sebuah desa yang berjarak sekitar 27 kilometer dari Kuala Lumpur.
Menurut Abu Bakar, Darul Arqam meraih kesuksesan yang patut diperhitaungkan dalam kegiatan dakwahnya. Salah satu kegiatannya yang disebut “Kelas Fardhu Ain” diikuti banyak orang, tidak hanya pengikutnya melainkan juga banyak masyarakat dari seluruh penjuru Malaysia. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara rutin pada hari Rabu setiap minggunya, kegiatannya berupa kajian tafsir, teologi, hingga fikih.
Namun, pada perkembangan selanjutnya, Darul Arqam yang mulanya merupakan gerakan keagamaan berubah menjadi gerakan politik yang tendensius. Mereka secara terang-terangan ingin mengubah Malaysia menjadi negara Islam pada tahun 2025 kelak. Mereka sering mengecam sistem demokrasi dan sistem perundang-undangan yang bukan berasal dari hukum Islam. Dalam tulisan Rumail Abbas, disebutkan bahwa suatu kali pengikut mereka membanting seluruh radio dan televisi di sekitarnya lantaran menyiarkan ‘siaran setan’ dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Setelah berkali-kali mendapatkan peringatan, akhirnya pada 5 Agustus 1994, pemerintah Malaysia resmi menetapkan Darul Arqam sebagai organisasi terlarang dan menghentikan seluruh aktivitasnya. Pada saat itu, tercatat sekitar 100.000 orang yang menjadi pengikutnya. Selain itu, sekitar 200 lembaga pendidikan dan 48 desa Islam yang mereka dirikan juga ditutup. Aset bisnis yang bernilai 230 milyar yang meliputi bisnis makanan halal, real estate, hingga industri kecil tidak diperbolehkan lagi menggunakan embel-embel Darul Arqam.
Pada 13 Agustus 1994, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan Rapat Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama dengan sejumlah ketua MUI daerah tingkat I seluruh Indonesia. Rapat ini menghasilkan beberapa keputusan yang salah satu poinnya adalah menetapkan bahwa “Ajaran Darul Arqam adalah ajaran yang menyimpang dari akidah Islamiyah”. Keputusan ini sekaligus melengkapi keputusan yang sebelumnya telah diambil oleh beberapa MUI daerah seperti MUI daerah Tingkat I Sumatera Barat, MUI daerah tingkat I Sumatera Selatan, dan lainnya.