Penyakit ‘Ain yang Menimpa Aurell: Antara Hadis dan Mitos Kuno di Banyak Budaya

Penyakit ‘Ain yang Menimpa Aurell: Antara Hadis dan Mitos Kuno di Banyak Budaya

Kasus kegugurannya Aurell diisukan karena penyakit ‘Ain. Bagaimana menyikapinya?

Penyakit ‘Ain yang Menimpa Aurell: Antara Hadis dan Mitos Kuno di Banyak Budaya

Belum lama ini, Aurel istri Atta Halilintar, keguguran dan mengumumkannya di sosial media. Tidak aneh jika warganet membanjiri kolom komentar dengan ekspresi belasungkawa. Tapi, tidak sedikit juga yang berasumsi kalau kegugurannya Aurel itu adalah akibat penyakit ‘ain, penyakit yang disebabkan oleh tatapan iri manusia. Pasalnya, Aurel dan Atta adalah pasangan yang suka membagikan dokumentasi kesehariannya di sosial media, dan menurut sebagian netizen, itulah kenapa Aurel kena penyakit ‘ain.

Penyakit ‘ain ini apa sih? Di masyarakat kita, kebanyakan yang percaya ‘ain ini karena hadis Nabi yang berbunyi “Penyakit ‘ain itu nyata.” (HR. Bukhari Muslim). Sebagai sosok Nabi yang melalui beliau masyarakat muslim mengikuti gaya hidupnya, kepercayaan terhadap adanya penyakit ‘ain ini menjadi alasan yang tidak bisa bisa dipisahkan dalam praktek mengamalkan agama.

Namun yang perlu diketahu, konteks penyakit ‘ain yang disebutkan dalam hadis riwayat al-Bukhari adalah saat seorang sahabat nabi, Sahl telanjang, ia dilihat oleh sahabat lain bernama ‘Amr. Melihat badan Sahl yang putih, Amr pun bercanda, “Baru kali ini aku melihat badan yang putih mulus.” Mendengar perkataan tersebut, Sahl pun shock dan trauma. Ia tiba-tiba sakit. Rasul pun datang dan menjenguknya. Rasul memarahi Amr karena telah berkata demikian.  Sehingga berbeda dengan anggapan banyak orang bahwa ain merupakan penyakit jin, justru ain dalam konteks hadis ini adalah penyakit traumatik. Selengkapnya bisa dilihat pada artikel berikut: Mengenal Penyakit Ain dan Pengobatannya dari Asbabul Wurud Hadis

Sejak zaman Mesir kuno dan Yunani-Romawi kuno sejak tahun 1500SM, penyakit ‘ain ini disebut sebagai mitos kuno yang tersebar di banyak belahan dunia. Tatapan iri orang lain terhadap kita dipercaya memiliki kekuatan untuk mencelakakan diri kita, entah lewat penyakit atau kecelakaan. Biasanya yang diminta waspada akan ‘ain itu di antaranya kehamilan, anak yang sehat rupawan, kerupawanan diri, dan kekayaan. Zaman dulu orang membuat jimat-jimat anti ‘ain. Sedangkan kita diajarkan untuk menyebut masya Allah dan tabarakallah ketika hendak memuji manusia sebagai usaha menangkal ‘ain.

Blue eyes.JPG

(gambar jimat penangkal ain di budaya turki)

Khamsa.jpg

(gambar jimat anti ‘ain budaya Yahudi)

Kemudian, muncul pertanyaan lain. Jika itu hanyalah mitos kuno, bagaimana kepercayaan itu bisa bertahan lama di peradaban manusia dan menyebar dengan sangat luas?

Menurut Boris Gershman, dalam penelitiannya yang ditulis di paper berjudul The Economic Origins of The Evil Eye Belief, terbitan American University tahun 2014. Gershman menggunakan studi etnografis, menjabarkan mengapa mitos ‘ain bisa bertahan dan bahkan disebut sebagai respon yang tepat sesuai dengan konteks saat itu.

Dalam penelitiannya, beberapa alasan di mana dan mengapa ‘ain itu muncul dan bertahan di antaranya adalah ketimpangan ekonomi yang tinggi membuat masyarakat rentan iri. Berkembangnya mitos ‘ain bisa mengendalikan perilaku orang kaya untuk tidak bermewah-mewah, dan yang miskin untuk memalingkan rasa iri sehingga menekan perasaan dengki yang destruktif.

Mitos ‘ain ini lebih banyak berkembang di wilayah agro-pastoral, wilayah yang masih sangat bergantung pada peternakan dan perkebunan. Kenapa ini berpengaruh? Karena orang kaya di wilayah itu asetnya adalah kebun dan peternakan. Dua jenis aset itu butuh lahan luas dan pasti terlihat oleh masyarakat sekitar. Mitos ‘ain tidak laku di wilayah yang ekonominya merata karena potensi orang untuk jadi iri dengki tidak tinggi.

Pemerintahan yang belum berdiri atau belum stabil juga jadi penyebab. Karena pemerintahan yang belum stabil membuat hukum juga tidak stabil, sehingga mitos ‘ain bisa mengendalikan perilaku masyarakat dengan ketimpangan ekonomi untuk tidak melakukan kekerasan atau kerusakan karena didorong rasa iri. Lingkungan yang cuaca dan musimnya tidak menentu juga bisa menjadi faktor tambahan, penduduk di wilayah seperti ini biasanya lebih mudah untuk percaya takhayul karena masih kesulitan memahami pola geografis dan geologis di tempat tinggalnya sehingga dihubungkan dengan hal-hal mistis.

(gambar peta penyebaran eye belief atau ‘ain. Semakin besar titiknya semakin kuat mitosnya)

Lalu apakah ‘ain itu nyata? Sayangnya, untuk menjawab pertanyaan ini, tidak dapat dilakukan pengujian karena ‘ain tidak bisa dibuktikan secara saintis. Bagaimana kita bisa mengira suatu penyakit atau kecelakaan adalah akibat dari rasa dengki orang lain? Kemudian, bagaimana kita bisa membuktikan niat jahat orang lain? Maka dari itu, ‘ain hanya bisa dipercaya, bukan dibuktikan. Bagaimana dengan penyebab keguguran Aurel? Untuk menjawab ini, dokter bisa mendiagnosis penyebabnya dan mengobservasi respon tubuh Aurel pasca keguguran, tapi tentunya tidak akan ada satu orangpun yang bisa mengkonfirmasi bahwa seseorang terkena ‘ain-nya. (AN)

Wallahu a’lam.