Istri-istri Rasulullah SAW merupakan perempuan terpilih dan terjamin kemuliaannya. Meskipun demikian, mereka hanyalah manusia biasa yang tak lepas dari sifat pencemburu. Istri-istri Nabi seringkali berlomba-lomba mendapatkan perhatian dan kasih sayang Nabi. Sebab bagi mereka, Nabi Muhammad bukan hanya utusan Allah semata, tapi juga seorang suami yang menyayangi, melindungi, dan memberi nafkah lahir dan batin.
Di antara istri-istri Nabi yang lain, Aisyah dikenal sebagai istri yang paling pencemburu. Kecemburuannya bahkan menyebabkan beberapa konflik dengan istri-istri Nabi yang lain.
Misalnya kisah Aisyah dan Shafiyah. Tatkala Rasulullah SAW sampai di Madinah usai menikahi Shafiyah, datanglah perempuan-perempuan Anshar menyebarkan berita pernikahan Nabi dengan Shafiyah. Mendengar kabar tersebut, Aisyah mulai cemburu, ia menyamar dengan memakai cadar lantas pergi.
Rasulullah SAW melihat mata Aisyah dan menyadari bahwa perempuan bercadar itu adalah Aisyah. Namun putri Abu Bakr itu segera berpaling dan mempercepat jalannya. Rasulullah SAW berhasil menyusul dan mendekapnya seraya bertanya “Bagaimana pendapatmu?” Aisyah lalu menjawab “Seorang perempuan Yahudi di tengah kelompok perempuan Yahudi.” (Disarikan dari HR Ibnu Majah no 1980).
Pernah suatu ketika Rasulullah SAW berada di rumah Aisyah. Lalu Shofiyah datang mengirimkan hidangan berisi makanan untuk Nabi. Melihat hal itu, Aisyah tak dapat menahan rasa cemburunya. Ia pukul wadah yang berisi makanan itu hingga wadahnya pecah dan makanannya tercecer. Rasulullah pun segera mengumpulkan makanan yang berjatuhan itu.
Melihat perlakuan Aisyah pada Shofiyah, Rasulullah SAW sama sekali tidak marah, beliau justru menggoda dengan berkata “Lihatlah, ibu kalian rupanya cemburu.” Kemudian beliau meminta Aisyah untuk mengganti piring Shafiyah yang telah dipecahkannya. (Disarikan dari HR Bukhari no 5225).
Tidak hanya cemburu pada istri-istri Nabi yang berada di dekatnya, Aisyah bahkan cemburu pada Khadijah karena Rasulullah SAW sering menyebut-nyebut kebaikan ibunda Fatimah itu. Kecemburuan Aisyah pernah diungkapkannya:
مَا غِرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى امْرَأَةٍ مِنْ نِسَائِهِ، مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ لِكَثْرَةِ ذِكْرِهِ إِيَّاهَا وَمَا رَأَيْتُهَا قَطُّ
“Tidaklah aku cemburu kepada salah seorang istri-istri Nabi SAW sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku belum pernah melihatnya” (HR Muslim)
Kjadijah memang sudah tiada, bahkan Aisyah pun belum pernah bertemu dengannya. Namun orang-orang terdekat Khadijah justru bisa menjadi sebab kecemburuan Aisyah.
Dalam berbagai riwayat hadis, disebutkan bahwa setiap kali Rasulullah SAW menyembelih kambing, beliau memotong-motong kambing tersebut lantas mengirimkan potongan-potongan daging itu kepada sahabat-sahabat Khadijah.
Aisyah pun marah karena cemburu seraya berkata “Seolah-olah tidak ada wanita di dunia ini selain Khadijah.” Beliau kemudian menjawab “Khadijah itu begini dan begini dan dari dialah aku mempunyai anak” (Disarikan dari HR. Bukhari)
Pernah suatu ketika Halah binti Khuwailid (saudari Khadijah) datang meminta izin kepada Nabi. Rasulullah SAW spontan teringat Khadijah, beliau tertegun sejenak namun segera berujar “Ya Allah, ini Halah.”
Melihat reaksi Nabi, Aisyah menjadi cemburu dan berkata “Mengapa Engkau terus saja mengingat perempuan tua Quraisy yang kedua rahangnya telah merah itu (celaan untuk orang yang sudah tua). Dia bahkan telah lama mati. Padahal Allah telah memberikanmu pengganti berupa orang yang lebih baik darinya.”
Bagitulah sedikit gambaran sifat cemburu Aisyah. Sayangnya, kecemburuan Aisyah ini seringkali dijadikan sasaran segelintir orang untuk mencela Aisyah. Mereka menganggap perangai Aisyah buruk karena sifat cemburunya itu. Padahal, cemburu adalah sifat alamiah manusia yang sangat sulit untuk dihindari. Apalagi Aisyah adalah perempuan belia dan perawan, cintanya begitu besar kepada Nabi, sebab ia pun tak pernah menikah dengan lelaki mana pun sebelum Nabi.
Istri-istri Nabi memang perempuan yang mulia dan terjaga kesuciannya, namun bukan berarti rumah tangga mereka terbebas dari konflik. Saat terjadi pertengkaran antara istri-istrinya, Rasulullah SAW tak pernah memarahi mereka, apalagi melakukan kekerasan. Beliau justru sangat pandai menyelesaikan konflik dan kecemburuan istri-istrinya. Saat istrinya marah, Rasulullah SAW justru membalasnya dengan godaan dan ucapan yang lemah lembut, sehingga amarah istrinya pun padam.
Kecemburuan Aisyah bukanlah celaan atasnya. Kecemburuannya justru menunjukkan betapa besar rasa cinta Aisyah kepada Nabi. Sebab cemburu adalah cara cinta yang begitu besar berkomunikasi. Tindakannya menyiratkan makna bahwa sejatinya cinta selalu ingin ditunggalkan.
Wallahu a’lam bisshawab