Sejarah Indonesia mencatat pelengseran Gus Dur terjadi pada tanggal 23 Juli 2001. Gus Dur, yang belum genap dua tahun menjabat, dilengserkan secara politik karena terobosan-terobosan fundamental yang saat itu mengganggu kepentingan politik residu kekuatan Orde Baru yang masih tersisa.
Salah satu saksi sejarah pelengseran Gus Dur saat itu adalah Khofifah Indar Parawansa, yang pernah menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan di era pemerintahan Gus Dur. Selain itu, Khofifah dikenal sebagai orang dekat Gus Dur yang mendampingi Gus Dur di berbagai kesempatan.
Khofifah, yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024, berbagi cerita seputar situasi yang memanas jelang pelengseran Gus Dur. Di tengah situasi politik yang berkecamuk antara Gus Dur dan DPR-MPR saat itu, rupanya tidak hanya kerja-kerja politik yang dilakukan. Tetapi Gus Dur juga memperhatikan sisi amaliyah religius sebagai seorang Muslim.
Cerita ini Khofifah sampaikan pada sesi diskusi daring bertajuk “Pelengseran Gus Dur” yang merupakan salah satu mata acara di Temu Nasional Jaringan Gusdurian 2020. Untuk mengakses rekaman tersebut, bisa klik tautan ini.
Sebagai seorang presiden yang juga seorang ulama, Gus Dur saat menjelang pelengserannya melakukan upaya-upaya religius untuk mencegah terjadinya kekacauan di masyarakat. Salah satu yang dilakukan oleh Gus Dur, ungkap Khofifah, adalah dengan melakukan sedekah kepada masyarakat di jalanan dan kampung-kampung. Khofifah menjadi orang yang melaksanakan kerja-kerja amaliyah tersebut.
“Saya turun ke jalan bawa uang pecahan duapuluh ribuan. Di Pasar Senen, itu yang saya sering, di Kuningan, bersama beberapa teman mungkin saat itu ada lima kelompok… Jadi cerita-cerita seperti ini saya dan teman, ibu-ibu lah, kami turun ke bawah, siapkan nasi bungkus sebanyak-banyaknya. Sehari itu bisa lima ribuan nasi bungkus. Kami sampaikan ini ya, sedekahnya Gus Dur, ini sedekahnya Gus Dur.”
Sedekah yang saat itu dibagikan oleh Gus Dur bukan bertujuan untuk menggalakkan massa atau membeli dukungan. Bagi Khofifah, di luar jalur politik dan formal yang dilakukan menjelang pelengseran Gus Dur, perlu upaya-upaya religius yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bala berupa bentrokan masyarakat yang saat itu potensinya sangat besar untuk terjadi pertumpahan darah.
Situasi menjelang pelengseran Gus Dur pada tahun 2001 memang sangat mencekam. Ratusan ribu pendukung Gus Dur dari warga Nahdlatul Ulama dan sebagian kelompok Islam saat itu sudah turun ke ibu kota Jakarta dan bersiap untuk terjadinya bentrok secara fisik. Akan tetapi sejarah membuktikan Gus Dur mengedepankan sisi humanis alih-alih sebagai politisi, sehingga malapetaka pertumpahan darah urung terjadi.
“Memang saat itu begini, dalam koridor religiusitas, sedekah itu li daf’il bala’ (untuk mencegah malapetaka). Ada sesuatu yang memang kita harus lakukan bersama. Jadi kalau yang bagian dzikir, istighatsah itu sudah banyak. Saya yang bagian sedekah. Jadi, sedekah dengan uang duapuluh ribuan. ini ya, doakan Gus Dur ya, doakan Gus Dur.. dan itu di banyak komunitas di kampung-kampung juga.”
Selain pada aspek religius, sedekah yang dilakukan ini juga guna meredam informasi dan pembunuhan karakter sistematis yang saat itu dilakukan oleh lawan politik Gus Dur melalui media massa. Diketahui, Gus Dur dijerat secara politik dengan rekayasa skandal Bruneigate dan Buloggate yang menduh Gus Dur mengkorupsi dana bantuan dari Sultan Brunei Darussalam dan jatah beras Bulog, yang sampai saat ini tidak terbukti keterlibatannya.
“Saya ingin menyampaikan kembali teman2, ekosistem (pendukung Gus Dur) itu belum terbentuk. Jadi saya dengan apa yang bisa saya lakukan paling tidak di kampung-kampung itu masyarakat tidak termakan oleh isu Gus Dur berkaitan dengan korupsi itu kan tidak enak sekali!” Lanjut Khofifah.
Khofifah menegaskan, bahwa sedekah yang dilakukan oleh Gus Dur bukan hanya pada saat menjelang pelengserannya. Akan tetapi, Gus Dur konsisten menjalankan amal tersebut bahkan setelah lengser dari kursi kepresidenan.
“(Sedekah) bukan hanya pada saat proses Gus Dur menghadapi kesulitan masalah komunikasi dengan partai dan DPR lho, setelah Gus Dur turun pun saya melakukan hal yang sama. Saya ingin orang-orang itu tidak termakan dari yang waktu itu masih situasinya masih gencar. Jadi apa yang bisa saya lakukan saya lakukan.” Demikian pungkas Khofifah.