Ikhwan Salafi yang menghukumi sunnah memakai celana cingkrang adalah dari hasil Qiyas (analogi) pada hadis larangan Isbal (memanjangkan pakaian di bawah mata kaki) maupun keumuman hadis larangan isbal pada pakaian. Sebab tidak ditemukan dalil hadis bahwa Rasulullah pernah memakai celana apalagi penjelasan celana beliau di atas mata kaki.
ﻓﻼ ﻳﺘﺠﻪ اﻟﻘﻮﻝ ﺑﻨﺪﺏ ﻟﺒﺲ اﻟﺴﺮاﻭﻳﻞ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﻷﻧﻪ ﺣﻜﻢ ﺷﺮﻋﻲ ﻻ ﻳﺜﺒﺖ ﺇﻻ ﺑﺤﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ ﺃﻭ ﺣﺴﻦ
“Dengan demikian tidak dapat diterima pendapat yang menghukumi sunnah memakai celana. Sebab hal itu adalah hukum syariat yang tidak dapat ditetapkan kecuali dengan hadis shahih atau hasan.” (Faidh al-Qadir 1/109)
Sementara hadis yang melarang isbal adalah teks berupa izar. Izar adalah pakaian yang dikenakan di tubuh bagian bawah. Dalam kitab-kitab hadis celana memiliki bahasa sendiri yakni sirwal (jamak sarawil). Sementara Sirwal ini tidak masuk dalam teks hadis larangan isbal (memanjangkan pakaian melebihi mata kaki). Berikut adalah hadisnya:
ﻋَﻦْ ﺳَﺎﻟِﻢِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ اﻟﻠَّﻪِ، ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴﻪِ، ﻋَﻦِ اﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ: اﻹِْﺳْﺒَﺎﻝُ ﻓِﻲ اﻹِْﺯَاﺭِ، ﻭَاﻟْﻘَﻤِﻴﺺِ، ﻭاﻟﻌﻤﺎﻣﺔ، ﻣَﻦْ ﺟَﺮَّ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺧُﻴَﻼَءَ، ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﻈُﺮِ اﻟﻠَّﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻳَﻮْﻡَ اﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
“Dari Salim, dari ayahnya Abdullah, dari Nabi shalallahu alaihi wasallam, bersabda, ‘Isbal terdapat dalam pakaian bagian bawah tubuh, gamis dan surban. Barangsiapa menjulurkan ketiganya ke bawah mata kaki secara sombong maka Allah tidak akan melihat kepadanya -dengan rahmatNya- di hari kiamat.'” (HR Abu Dawud)
Selain izar dikategorikan dalam anjuran diangkat di atas mata kaki adalah berdasarkan keumuman hadis atau Qiyas. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata:
وَقَالَ الطَّبَرِيُّ : إِنَّمَا وَرَدَ الْخَبَر بِلَفْظِ الْإِزَار لِأَنَّ أَكْثَر النَّاس فِي عَهْده كَانُوا يَلْبَسُونَ الْإِزَار وَالْأَرْدِيَة ، فَلَمَّا لَبِسَ النَّاس الْقَمِيص وَالدَّرَارِيع كَانَ حُكْمهَا حُكْم الْإِزَار فِي النَّهْي . قَالَ اِبْن بَطَّال : هَذَا قِيَاس صَحِيح لَوْ لَمْ يَأْتِ النَّصّ بِالثَّوْبِ ، فَإِنَّهُ يَشْمَل جَمِيع ذَلِكَ
“Ath-Thabari berkata, ‘hadis hanya menjelaskan berupa izar sebab kebanyakan Sahabat di masa Nabi memakai izar dan selendang. Ketika umat Islam memakai gamis dan baju perang maka hukumnya sama dengan izar dalam hal larangan isbal. Ibnu Bathal berkata, ‘Ini adalah Qiyas yang shahih, andaikan tidak ada nash (dalil Qur’an dan Sunnah) yang menyebutkan pakaian. Sebab pakaian itu mencakup keseluruhan.'” (Fath Al-Bari 16/331)
Sekali lagi, kita menerima metode ijtihad Qiyas, menyamakan suatu hal dengan hukum yang sudah ada. Dalam madzhab Syafi’i Qiyas merupakan salah satu metode ijtihad. Jika Salafi yang selama ini kita kenal tekstulalis dalam menerapkan hukum ternyata dalam hal celana cingkrang sebagai identitas penampilan mereka tidak berdasarkan teks, namun Qiyas.
Anehnya saat mereka mau melakukan metode dalil Qiyas dalam celana cingkrang, mestinya mereka juga menerima metode Qiyas lainnya, seperti kirim pahala Al-Qur’an yang diqiyaskan dengan hadis sedekah atas nama mayat, membaca Fatihah untuk mayat yang diqiyaskan dengan hadis Sahabat yang membacakan Fatihah sebagai ruqyah saat kepala suku digigit hewan berbisa dan sebagainya.
Jika pada Qiyas mereka sendiri menerima namun tidak menerima Qiyas dari madzhab lain, berarti mereka memang ingin selalu berbeda dan tidak pernah mau sama dengan selain kelompoknya.