Menjadi pejuang khilafah zaman now memang susah. Selain dicibir pejuang demokrasi, setiap gerak-gerik pejuang khilafah selalu menjadi sorotan. Tak ayal, jika hendak menggelar hajatan, pejuang khilafah musti berhadapan dengan aparat berkenaan dengan izin penyelenggaraan suatu acara. Tapi jangankan pejuang khilafah, ndangdutan aja musti ada izinnya.
Seperti diketahui, belum lama ini Polres Bogor tidak memberikan izin atas diselenggarakannya diskusi soal Khilafah di Masjid Az-Zikra, Bogor, tempo hari.
Kabarnya sih diskusi tentang “Syi’ar dan Silaturahim Kekhalifahan Islam se-Dunia 1440 H” yang rencana berlangsung pada 17 November 2018 lalu itu dinilai sangat berkaitan dengan penggantian sistem pemerintahan NKRI: dari Pancasila, demokrasi menjadi Khilafah Islamiyah. Dan karenanya dilarang.
Sebetulnya saya turut prihatin atas dilarangnya kegiatan itu. Karena bagaimanapun, yang namanya majelis ilmu pasti ada manfaatnya bukan? Sekurang-kurangnya penjual cilok, cireng, dan achi-achi lainnya mendapat tempat berlabuh untuk menjajakan dagangannya.
Nah, demi itu, kepada ikhwan dan akhwat seiman sekalian, berikut ada beberapa panduan supaya ketika lain waktu hendak bikin diskusi mendapat izin yang tsahh.
Momentum
Ya, momentum ini penting. Selain memudahkan antum untuk mendapat sponsor—kalau memang berskala nasional bahkan dunia—untuk menggalang dana, sadar momentum bisa dibilang salah satu koentji dari suksesnya sebuah acara.
Maksudnya begini. Antum mestinya sadar jika kita sedang memasuki bulan Maulid. Bulan di mana junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad lahir. Nah, mestinya tajuk diskusi itu jangan terlalu to the point, alias nembak “Khilafah” gitu.
Tapi, mestinya acara itu diberi nama “Kajian Islami dalam Rangka Peringatan Maulid Nabi”. Kalau gitu kan ngelesnya enak.
Sebab, jika pahit-pahitnya nanti tetap ditanya isinya apa, bilang aja “lho Pak, kita ini mau Sholawatan sama diskusi tipis-tipis kok. Buktinya, tuh selain kajian, kami juga ada festival Hadrah sama Kasidah Ibu-ibu pengajian”.
Apakah memperingati maulid itu merusak akidah sebab melakukan bid’ah atau tidak itu soal lain. Yang penting acara bisa berlangsung dulu.
Jalin kerjasama dengan pemerintah setempat.
Melibatkan pemerintah setempat ini juga tidak kalah penting. Apalagi ini akhir tahun. Pasti banyak lembaga atau badan yang butuh acara untuk kepentingan laporan tahunan.
Nah, dengan nampangnya logo lembaga, badan atau apapun itu yang penting milik pemerintah, niscaya proses perizinannya akan lebih mudah ketimbang antum main single. Apalagi pasang tema “Khilafah”. Nantangin itu namanya.
Dalam hal ini antum bisa kerjasama dengan Kemenag sebagai pengayom apa-apa yang berkenaan dengan agama. Biar ada nyambung-nyambunnya gitu. Atau bila perlu libatkan BNPT, Kapolda atau Kapolres setempat.
Juga, coba undang Gus Nadir Sebagai Narasumber. Naini. Bagi ikhwan dan akhwat yang belum kenal siapa Gus Nadir, supaya tidak berlama-lama, antum bisa gugling sendiri setelah ini. Atau bisa juga follow twitter-nya @na.dirs, dan jangan lupa beli buku Islam Yes, Khilafah No.
Saya haqqul yakin, jika suatu saat berniat menghadirkan Gus Nadir sebagai Narasumber, Anda, eh antum maksud ane, tidak akan bermasalah dengan soal izin-izinan. Bukan karena blio itu sakti. Tapi Pak Polisi pasti akan ngeh, kalau acara antum memang tidak main-main.
Khusus yang ini, antum pun tak perlu ragu jika hendak memasang tajuk “Khilafah” sebagai tagline acara atau poster. Sebab, siapapun yang membaca pasti akan tahu jika diskusi kali ini sangat proporsional, kritis dan berbobot. Bila perlu saya akan hadir, insya Allah.
Karenanya, jika ini benar-benar terjadi, hanya akan ada dua kemungkinan.
Pertama, pasca diskusi, antum menjadi golongan kami Gus Nadir karena khilafah yang diperjuangin selama ini ternyata dikuliti sampai tulang-tulangnya.
Atau, kedua, Gus Nadir menyadari bahwa apa yang selama ini antum perjuangin ternyata ada benarnya. Dan jika antum sukses, blio pasti akan merevisi bukunya menjadi Islam yes, Khilah Yes. Yah, meskipun kemungkinan akan terjadi dari yang terakhir ini hanya nol koma sekian persen.