Masih teringat dengan jelas dalam rekaman penulis bagaimana ibuk dan bapak mengajarkan saya untuk berpuasa. Melatih anaknya untuk merasakan haus dan lapar di siang hari.
Ketika saya kecil dulu dikenalkan dengan istilah“poso bedug” atau puasa setengah hari. Poso bedug ini dilakukan oleh anak-anak yang belum baligh atau masih kecil. Istilah ini masih popular sampai sekarang. Saya tidak tahu, apakah di luar Indonesia juga ada istilah “poso bedug”?
Dalam obrolan saya bersama teman-teman sebaya pada waktu itu, pasti muncul pertanyaan: “koe poso full opo poso bedug?”. Puasa full artinya ketika azan maghrib baru makan atau berbuka.
Ketika saya bilang “aku poso full” kepada teman-teman, rasanya ada kebanggaan tersendiri oleh saya. Maklum, anak kecil, masih butuh pujian dan penghargaan. Padahal teman-teman saya tidak tahu apabila saya masih menyisakan air wudlu ketika berkumur untuk saya telan pelan-pelan.
Itulah puasanya anak kecil. Namun, yang menarik di sini adalah bagaimana cara orang tua mengajarkan kepada anaknya untuk menjalankan ibadah puasa. Step by step. Tidak dengan paksaan. Bahkan, bila perlu reward atau bonus diberikan bila anaknya dapat menuntaskan puasa sebulan penuh tanpa bolong.
Orang tua tak segan memberikan reward berupa nominal rupiah atau barang berharga yang kita minta. Begitulah puasanya anak kecil, yang masih butuh diapresiasi.
Bila ditarik dalam kehidupan orang beragama dewasa ini. Kita tentu akan tahu, di mana kualitas puasanya anak-anak dan kualitas puasanya orang yang sudah dewasa. Anak-anak ketika berpuasa masih butuh pengakuan, butuh dihargai, dan butuh diapresiasi. Anak-anak yang ketika ada temannya tidak berpuasa malah dihina-hina.
Pertanyaannya adalah apakah kita termasuk golongan orang yang berpuasa sepertihalnya anak-anak ini? Yang masih takut dengan warteg-warteg dan burjo-burjo yang masih buka di siang hari. Yang harus marah-marah ketika melihat seseorang yang sedang makan dan udud dipinggir jalan. Kita sendiri yang bisa menilainya.
Selamat berpuasa. Ramadan adalah madrasah untuk kita kembali lagi belajar tentang hal ihwal beragama. Termasuk cara berpuasanya anak-anak. Apakah kita juga masih sama dengan mereka? Wallahhu a’lam.
M. Autad An Nasher, penulis bisa disapa lewat akun twitter @autad.