Pekerja seni, seperti musisi, pelukis, dan lain-lain berada dalam posisi dilematis saat ini. Mereka butuh dan senang dengan pekerjaan itu, tapi di sisi lain setiap hari mereka disuguhkan dengan pendakwah yang mengharamkan musik. Apalagi teman-teman sekitar yang dulu satu profesi juga turut mengharamkan. Ini membuat pekerja seni banyak gelisah dan di antara mereka ada yang mengutarakan kegelisahan ini kepada Buya Syakur Yasin.
“Silahkan anda berkarya di bidang seni. Nanti anda kalau masuk surga bersama seorang Nabi seniman dan musisi, namanya Daud. Dia adalah pemain harpa. Dia cari makannya juga dari bermain harpa. Nanti anda bersama Nabi Daud. Jangan khawatirlah. Yang penting kalau dapat rezeki bagi sama teman-teman,” Jawab Buya Syakur.
Kalau alasan musik diharamkan karena ada kemaksiatan, itu tidak tepat, karena pengajian dan majelis dzikir saja ada juga yang melakukan maksiat. “Di majelis dzikir saya saja, tidak semua niatnya benar kok”, jelas Buya Syakur. Ada yang ikut pengajian, tapi niatnya mencuri, buktinya di beberapa pengajian ada yang hilang.
Hakikat musik itu menghaluskan dan melunakkan rasa. Tidak mungkin diharamkan. Kecuali kalau konten dan liriknya negatif. Misalnya, konten lagunya tidak mengandung kebaikan dan merusak. Lagu seperti itu boleh dilarang. Tapi kalau konten lagu dan liriknya positif, mengandung nilai-nilai kebaikan, hukumnya boleh.
“Hakikat musik yang sifatnya menghaluskan rasa mana mungkin diharamkan. Jadi kontennya saja, liriknya kayak apa, mungkin kalau lagunya kucing garong, belah duren, keong racun, ya mungkin lagu itu dilarang bolehlah. Itu merusak rasa. Tapi kalau lagunya Bimbo, Ebiet, Chrisye, yang menyentuh rasa kok diharamkan. Ngak mungkin donk”, Tegas Buya Syakur.
Tingkat intelektualitas, menurut Buya Syakur, mempengaruhi persepsi dan pandangan orang tentang musik. Ada orang yang mendengar musik betul-betul ingin menikmati, dia tidak peduli apakah penyanyinya cantik atau tidak, pakaiannya bagus atau tidak, karena yang dicari adalah kualitas musik. Ada juga orang yang mendengar musik, tujuannya bukan untuk menikmati musik dan lagunya, tapi lihat paha.
Buya Syakur menegaskan, “Beda orang Indonesia melihat musik, dengan orang Amerika. Kalau orang Amerika memang niatnya di rumah menyenangkan telinga. Menikmati musik. Yang nyanyi orang kulit hitam, Whitney Houston. Ngak ada masalah. Mereka senang, ngak ada masalah. Tapi kalau di Indonesia, tapi kalau penyanyi jelek, pada pulang, niatnya bukan lihat musik, tapi lihat paha. Betul ngak? Jujur aja? Kalau jelek ngak laku? Kenapa? Yang mau dilihat paha atau musik?
Bagi orang yang bekerja sebagai musisi atau pekerja seni lainnya tidak perlu khawatir terkait profesi itu. Buatlah karya yang positif dan mengandung nilai-nilai kebaikan. Jangan buat karya yang kontennya negatif dan merusak. Begitu juga penikmat musik, mulailah menikmati musik yang berkualitas agar produsen musik pun termotivasi untuk menciptakan musik-musik yang berkualitas dan mendidik.
*Selengkapnya tonton video pengajian Buya Syakur di bawah ini: