Burdah, Gus Mus, dan Puisi Cinta

Burdah, Gus Mus, dan Puisi Cinta

Kitab Burdah adalah kitab wirid Gus Mus. Setiap Ramadhan, kitab karangan Imam al-Bushiri (610-695 H) ini didaras. Diikuti oleh ratusan santri. Baik santri tetap pesantren Leteh Rembang ataupun santri pasan. Santri yang hanya mondok di bulan Ramadhan.

Burdah, Gus Mus, dan Puisi Cinta
source: beritagar.id

Kitab Burdah adalah kitab wirid Gus Mus. Setiap Ramadhan, kitab karangan Imam al-Bushiri (610-695 H) ini didaras. Diikuti oleh ratusan santri. Baik santri tetap pesantren Leteh Rembang ataupun santri pasan. Santri yang hanya mondok di bulan Ramadhan.

Lebih dari itu, masyarakat sekitar Rembang juga datang. Berduyun-duyun. Meskipun harus menempuh perjalanan kiloan meter. Gaya baca Gus Mus dan penjabarannya seakan memiliki daya magis. Membuat peserta pengajian larut dalam bait-bait cinta. Cinta dan kerinduan seorang Imam al-Bushiri kepada Baginda Nabi. Tentu, cinta ini juga dirasakan semua dari kita.

Bagaimana tidak. Meskipun tak pernah ketemu, Baginda Nabi adalah penuntun kita. Sabda dan perilakunya berlomba ingin kita ikuti. Sosok yang mencurahkan cinta dan syafaat untuk umatnya. Sosok yang menjadi penerang bagi kemanusiaan. Beliaulah yang dulu meneteskan air mata karena rindu. Rindu kepada umat akhir zaman. Termasuk kita yang tidak pernah ketemu. Beragam studi, menunjukan, Nabi Muhammad adalah tokoh paling berpengaruh. Sepanjang masa.

Sebagaimana orang yang sedang dipilut kerinduan. Mendengar nama kota orang yang kita cintai, hati kita tergetar. Mendengar suaranya, jantung kita berdegup kencang. Mengingat tutur katanya, hati berbunga-bunga. Melintasi jalan dan rumahnya, hati merasa tak karuan. Itulah cinta.

Secara indah, Imam al-Bushiri memasukan nama tempat, hembusan angin, nama jalan, kilatan petir, dan lainnya, sebagai simbol-simbol mengingatkan keagungan Baginda Nabi. Di antaranya adalah Dzi Salam, Kadhimah, Idham, dan lainnya. Lebih dalam lagi, kerinduan ini diulas dan dijabarkan ulang oleh Gus Mus. Kita seakan diajak masuk dalam ruang rindu Imam al-Bushiri. Merindui bersama kepada Baginda Nabi.

Konon, syair kitab Burdah yang berjumlah 160 bait itu memiliki kasiat. Kiai Bisyri Musthofa (1915-1977), orang tuanya Gus Mus, mencatat kasiat ini dalam kitab Tiryaq al-Aghyar. Semisal bait 1 dan 2, dapat menjinakan binatang. Bait 1-5 dapat membuat pencuri mengakui barang curiannya. Bait ke 6, jika dibaca berualang-ulang menjelang tidur, maka insyaallah akan bermimpi bertemu Baginda Nabi. Dan masih banyak kasiat dan faidah lain.

Tentu, kasiat dan faidah tersebut hanyalah pelengkap dari fenomena Burdah. Kitab yang disusun karena gejolak rindu dan cinta. Terutama kepada Baginda Nabi.

Lantas tertarikah anda?