Bilal bin Rabah namanya. Ia merupakan seorang budak di zaman Rasulullah yang dilahirkan di Habsyah (sekarang negara Ethiopia). Ayahnya bernama Rabah sedangkan ibunya bernama Hamamah yang juga seorang budak perempuan berkulit hitam. Karena ia dilahirkan dari seorang ibu berkulit hitam, lantas orang-orang banyak menyebutnya dengan sebutan Ibnus-sauda (putra dari wanita berkulit hitam).
Bilal merupakan salah seorang Assabiqunal Awwalun (Golongan orang yang pertama masuk Islam) dari kalangan budak. Ia masuk Islam sebelum dimerdekakan oleh sahabat Abu bakar. Tuanya bernama Umayyah bin Khalaf seorang pembesar kaum Quraish.
Selama menjadi budak Umayyah, ia secara bertubi-tubi mengalami siksaan fisik maupun psikis yang sangat luar biasa. Ketika matahari tepat diatas ubun-ubun, Bilal digelandang ke tengah padang pasir yang tandus. Algojo-algojo dari Umayyah melucuti pakaianya lantas diganti dengan pakaian berbahan besi. Mereka membiarkan bilal terpanggang di atas sengatan matahari yang begitu menyengat.
Tak hanya sampai di situ, siksaan Umayyah semakin menjadi-jadi, hingga ia mencambuk dan menindih Bilal dengan batu yang sangat besar. Umayyah meminta Bilal untuk memuji Latta dan Uzza tetapi Bilal tetap teguh kepada keimananya dan justru memuji nama Allah Swt dan rasul-Nya seraya berkata, “Ahad, Ahad” (Allah Maha Esa).
Keteguhan iman Bilal membuat Umayyah semakin jengkel, oleh karena itu ia lantas mengikat leher bilal dengan tali lalu menyerahkanya kepada anak-anak kecil tak beradab hingga menyeretnya di sepanjang jalanan. Tak goyah, Bilal seakan-akan menikmati siksaan demi siksaan yang dialaminya dengan terus mengucapkan kalimat ”Ahad..Ahad..Ahad” ia mengulanginya tanpa ada rasa lelah dan bosan.
Ketika Abu Bakar mengetahui hal tersebut maka ia mengajukan penawaran kepada Umayyah untuk membebaskan Bilal darinya. Umayyah menaikkan berkali-kali lipat harga dari bilal. Tapi Abu Bakar tetap pada tekad bulatnya untuk membebaskan Bilal. Walhasil Abu Bakar rela membayar uang sejumlah yang diinginkan oleh Umayyah. Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasullah bahwa ia telah membebaskan Bilal dari siksaan kaum kafir Quraish, Rasulullah berkata kepada Abu Bakar “Kalau begitu biarkan aku bekerjasama denganmu untuk membayarnya wahai sahabat abu Bakar” lantas Abu Bakar menjawab, “Aku telah memerdekakannya wahai Rasulullah”
Ketika Rasullah hijrah menuju Madinah, Bilal merupakan salah satu sahabat yang ikut. Ketika tinggal di Madinah ia mencurahkan seluruh perhatianya untuk mendampingi Rasulullah, ia selalu mengikuti kemanapun Rasullah pergi ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.
Ketika Rasullah selesai membangun masjid Nabawi dan menetapkan adzan, bilal secara spesial diberi kepercayaan dengan ditunjuk oleh Rasullah untuk menjadi muadzin pada saat itu. Secara tidak langsung bilal ditahbiskan menjadi orang pertama yang mengumandangkan adzan di muka bumi ini. Walaupun Bilal seorang negro dan bekas budak, tapi Rasullah tak melihat dan menghiraukanya. Bagi Bilal itu menjadi amanat yang luar biasa yang harus dijalankan dengan baik.
Menurut Raif Khoury dalam bukunya berjudul, at-Tharah al-Qawmi al-Arabi, Nahnu Humatuh, Wa Mukamimiluh. Suara adzan merupakan panggilan untuk melakukan perubahan secara revolusioner. Ia mengungkapkan:
Betapa sering kita mendengar suara adzan dari menara di kota-kota Arab yang abadi ini: Allahu Akbar! Allahu Akbar! Betapa sering kita membaca atau mendengar Bilal, seorang keturunan Abyssinian, mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya sehingga menggema di jazirah arab. Suara Bilal merupakan sebuah panggilan, seruan untuk memulai perjuangan dalam rangka mengakhiri sejarah buruk bangsa Arab dan menyongsong matahari yang terbit di pagi yang cerah. Namun apakah kalian sudah merenungkan apa yang dimaksud dan apa isi dari panggilan itu? Apakah setiap mendengar panggilan suci itu, kamu ingat bahwa Allahu Akbar bermakna (dalam bahasa yang tegas): Berilah sanksi kepada lintah darat! Sitalah kekayaan para tukang monopoli yang mendapatkan kekayaan dengan cara mencuri dan sediakanlah makanan untuk rakyat banyak!
Kisah Bilal bin Rabah tersebut hendaknya dapat kita jadikan sebagai simbol pembebasan bagi kaum tertindas. Seperti yang kita ketahui, saat ini di indonesia banyak saudara-saudara kita yang masih merasakan hal yang dirasakan oleh Bilal bin Rabah. Kasus peminggiran, penyiksaan, makian dan diskriminasi masih sering kita dengar di berbagai macam media akhir-akhir ini. Apakah kita dapat mencontoh dan meneladani Rasulullah dan Abu Bakar yang sanggup membebaskan dan membela kaum tertindas bahkan juga menghargainya dengan menunjuk bilal sebagai muazzin? Ataukah justru kita mencontoh sifat bengis Umayyah bin Khalaf yang menganiaya bilal yang notabene kaum tertindas?
Wallahu a’lam bisshowab