Suatu periode pada zaman pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, terjadi kemarau panjang hingga satu tahun yang berdampak pada krisis ekonomi. Penduduk kelabakan lantaran paceklik, hampir-hampir negeri itu mengalami kehancuran. Penduduk bersepakat untuk melakukan shalat Istisqa’. Beberapa kali shalat Istisqa’ dilaksanakan, akan tetapi hujan yang diinginkan tidak lekas turun.
Suatu ketika para penduduk berkumpul dan berdoa bersama kepada Allah SWT agar mendapatkan hujan. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping, kumal dan kusut perawakannya. Ia membawa tiga anak perempuan yang wajahnya bersih dan berseri-seri. Ketiganya sangat pemalu.
Salah satu dari penduduk menghampiri laki-laki kumal tersebut lalu mengucapkan salam. Laki-lakiĀ menjawab salam sambil bertanya, “Wahai kaumku! untuk apa kamu sekalian berkumpul di tempat ini?”.
Mereka menjawab: “Wahai orang tua! kami keluar ke padang pasir ini untuk berdo’a kepada Allah SWT agar menurunkan hujan kepada kami, akan tetapi Allah masih belum berkenan memberi rezeki berupa hujan kepada kami.
Laki-laki bertanya: “Adakah Allah pergi dari Madinah meninggalkan kalian sehingga kalian keluar ke padang pasir untuk memohon kepada-Nya. Bukankah Allah itu berada di semua tempat dan memberikan belas-kasih nya kepada semua makhluk-Nya. Apakah engkau tidak mendengar firman-Nya: “Allah bersama kalian di manapun kalian berada. Dan Allah maha melihat kepada apapun yang engkau lakukan?”.
Tidak lama berselang cerita tentang laki-laki berpakaian kumal sampai ke Khalifah Harun Al-Rasyid. Beliau berkata: ” Ini adalah perkataan seorang kekasih Allah”. Khalifah memerintah agar mencari laki-laki tersebut dan dihadapkan kepadanya.
Ketika laki-laki sudah hadir di depan Khalifah, ia berjabat tangan dan disuruh duduk di sampingnya. Khalifah berkata: “Wahai orang tua! Berdo’alah kepada Allah SWT agar menurunkan hujan kepada kami, supaya engkau mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah.
Laki-laki tua itu tersenyum seraya berkata: “Wahai rajaku! Apakah engkau ingin aku do’akan kepada Tuhanku dan Bendaraku?”.
Khalifah Harun Al-Rasyid memanggil semua rakyatnya untuk bertaubat kepada Allah. Laki-laki tersebut datang lantas shalat dua raka’at yang sangat cepat. Ketika selesai salam, ia memegang anak-anak perempuannya dari sisi kiri dan kanan lalu membentangkan tangannya dan berdo’a sampai meleleh air matanya, do’a-do’a yang diucapkan terdengar aneh bagi para penduduk karena jarang didengar. Belum selesai ia berdo’a, tiba-tiba langit tertutup mendung gelap yang menimbulkan guruh serta kilat. Kemudian turunlah hujan sangat deras.
Khalifah Harun Al-Rasyid beserta seluruh penduduk sangat gembira dan saling berucap rasa syukur dan selamat sampai tak sadar bahwa laki-laki tua itu sudah tidak berada di tempatnya.
Tiga hari kemudian, Harun Al-Rasyid berkata: “Carilah untukku laki-laki shaleh (kekasih Allah) itu!”.
Para abdi istana mencari ke berbagai tempat, kemudian melihat laki-laki itu sujud di padang pasir, tempat yang tergenang air dan tanah liat. Para abdi istana bertanya kepada putri-putrinya: “Mengapa ayahmu tidak mengangkat kepalanya?”.
Putri-putrinya menjawab: “Kebiasaan ayahku ketiga sujud kepada Allah SWT tidak mengangkat kepala sampai tiga hari”.
Para abdi istana pulang lalu menceritakan kejadian tersebut Khalifah. Kemudian Ia menangis seraya berdo’a: Wahai Tuhanku, aku memohon dan bertawassul kepadamu dengan kehormatan orang-orang shaleh agar engkau memberikan pemberian kepada kami”.
Kisah ini terdapat dalam buku 101 Cerita Penegak Iman Peluhur Budi karya KH. Moch. Djamaluddin Ahmad (Pengasuh pondok pesantren Tambakberas) Jombang, Jawa timur terbitan Pustaka Al-Muhibbin.