Bencana Bertubi-Tubi, Ujian Atau Teguran Allah?

Bencana Bertubi-Tubi, Ujian Atau Teguran Allah?

Bencana Bertubi-Tubi, Ujian Atau Teguran Allah?
Ilustrasi

Pasca gempa Lombok yang terjadi pada bulan Juli 2018 lalu, Negeri Bumi Pertiwi kini kembali berduka. Jum’at, 28 September 2018 tepat pukul 18.02 WITA gempa berkekuatan 7,4 skala richter pun mengguncang Palu dan sekitarnya. Efek gempa tersebut tentu sangat mengerikan, berbagai kerusakan hebat atas rumah, bangunan, dan jalanan pun tak bisa terhindari. Selang beberapa saat pasca bumi berguncang, tsunami setinggi kurang lebih 3 meter menerjang dan menyapu semua hal yang menghalang di depannya.

Gempa bumi dan tsunami yang menelan banyak korban jiwa tersebut menjadi sebuah tragedi yang sulit dibayangkan. Bencana tersebut begitu mengerikan, karena terjadi dengan sangat cepat dan dalam waktu sekejap. Belum usai duka Pulau Sulawesi atas bencana tsunami dan gempa yang mengguncang Palu dan sekitarnya, bencana pun kembali mengintai Pulau Sulawesi. Rabu 3 Oktober 2018, Gunung Soputan yang terletak di Minahasa, Sulawesi Utara pun meletus pada pukul 08.47 WITA dan mengeluarkan abu vulkanik dengan ketinggian yang mencapai 4.000 meter.

Dengan adanya beragam bencana yang datang bertubi-tubi tersebut, bisa dipahami bahwa umat Islam hendaknya saling merenungi dan mengambil hikmah. Beragam bencana tersebut bisa saja merupakan teguran agar umat Islam kembali ke jalan Allah karena suatu bencana tidaklah berlangsung tanpa sebab. Jika direnungi, jika ada suatu akibat maka pasti ada suatu penyebabnya. Jika dianalisa, ada tiga analisa yang patut dipertimbangkan sebagai penyebab terjadinya bencana alam.

Analisa pertama, bencana terjadi karena merupakan suatu ujian dari Allah bagi hamba-hamba-Nya. Lalu menurut analisa yang kedua, bencana alam merupakan sunnatullah atau hukum alam yang biasa terjadi. Sedangkan dalam analisa yang ketiga, bencana alam terjadi akibat umat manusia banyak berbuat dosa sehingga bencana alam tersebut pun menjadi sebuah azab.

Bencana alam memang bisa saja merupakan ujian yang ditimpakan oleh Allah bagi para hamba-hamba-Nya. Sebagaimana Allah berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)

Dalam analisis kedua, jika dikaitkan dengan gejala alam maka kemungkinannya pun cukup besar. Sebab Indonesia memang berada di wilayah yang rawan bencana seperti gempa, tsunami dan letusan gunung berapi. Itulah hukum alam yang telah ditetapkan oleh Allah. Sebagaimana Allah berfirman, “Dan kamu lihat gunung-gunung itu kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal gunung-gunung itu bergerak sebagaimana awan bergerak. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh segala sesuatu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( QS. An-Naml: 88)

Sedangkan menurut analisa ketiga, bencana alam terkadang memang terjadi akibat pengingkaran-pengingkaran yang dilakukan oleh manusia. Allah pun menjelaskan hal tersebut dalam Alquran surat Al-Isra’ ayat 16. Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Jika Kami menghendaki menghancurkan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Isra’: 16)

Dengan demikian, umat Islam hendaknya merenungi dan mengambil hikmah dari berbagai bencana alam yang bertubi-tubi mengguncang negeri ini. Pada dasarnya, bencana alam bisa saja merupakan ujian, hukum alam yang biasa terjadi, ataupun merupakan azab atas dosa-dosa manusia. Untuk itu, marilah kita sebagai umat Islam semakin mendekatkan diri kepada Allah dan kembali ke jalan Allah.

Wallahu a’lam.