Persoalan jilbab masih sering diperbincangkan, dari mulai kewajiban berjilbab hingga kategori jilbab syar’i dan stylish. Salah satu yang sering dibicarakan masyarakat adalah pendapat Quraish Shihab tentang penutup kepala untuk muslimah ini.
Sempat muncul desas-desus yang menyatakan bahwa ayahanda Najwa Shihab ini tidak mewajibkan perempuan untuk berjilbab. Lalu apakah benar demikian?
Banyak orang yang salah paham terhadap pandangan Quraish Shihab. Dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam yang membahas pemikiran dan peradaban bahkan dituliskan bahwa beliau menyatakan ketidakharusan berjilbab.
Padahal Quraish Shihab tidak pernah secara tegas menyatakan demikian. Sebaliknya, penulis Tafsir al-Mishbah ini justru memilih bertawaqquf tentang persoalan jilbab.
Quraish Shihab hanya menyuguhkan berbagai pendapat ulama tentang persoalan jilbab tanpa mengunggulkan satu hukum. Sebab beliau merasa belum bisa mentarjih salah satu dari sekian pendapat yang beragam itu. Sanggahan beliau ini sebagaimana ditulisnya dalam buku berjudul Jilbab Pakaian Wanita Muslimah.
Menurut Mantan Menteri Agama RI ini, kesalahpahaman muncul dikarenakan banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa banyak ulama mengambil sikap tawaqquf pada berbagai persoalan keagamaan.
Laki-laki asal Sulawesi Selatan ini lebih memilih bertawaqquf mengenai persoalan jilbab karena ingin menunjukkan bahwa Islam itu mudah dan tidak memberatkan. Jika ada beragam pendapat dari para ulama, kita boleh berpegang pada salah satunya. Oleh karena itu ada hadis yang menyatakan bahwa “Ikhtilaafu ‘ulamaa ummati rahmah” (perbedaan -pendapat- ulama umatku adalah rahmat).
Quraish Shihab sendiri menyadari bahwa keputusan tawaqquf justru berpotensi mendapat kecaman dari berbagai pihak. Sebab memunculkan beragam pendapat justru dapat membingungkan masyarakat. Bahkan ada pula kawan beliau yang berkata, “Mestinya diberikan saja satu pendapat yang tegas tanpa menghidangkan pendapat-pendapat lain.”
Namun menurut Quraish Shihab justru sebaliknya, menghidangkan satu pendapat saja dapat mempersempit dan membatasi umat Islam, padahal kita hampir selalu menemukan perbedaan gagasan pada setiap persoalan kegamaan. Baginya, mengemukakan lebih dari satu pendapat sama dengan memberi alternatif-alternatif yang semuanya dapat ditampung oleh kebenaran.
Dengan membentangkan berbagai pendapat tentang jilbab, beliau berharap masyarakat dapat mengetahui berbagai pendapat ulama, tidak saling mengafirkan dan tidak saling menuduh bahwa si A telah menyalahi prinsip ajaran agama, si B telah sesat dan lain sebagainya.
Quraish Shihab berharap perempuan-perempuan yang belum berjilbab dapat mulai berjilbab karena ada ulama yang mewajibkan berjilbab. Sebaliknya, bagi yang sudah berjilbab, beliau berharap mereka tidak menanggalkan jilbabnya meskipun ada ulama yang berpendapat lebih longgar. Upaya ini merupakan sikap ihtiyath, karena berjilbab merupakan sikap kehati-hatian.
Dalam salah satu program televisi, penulis Tafsir al-Misbah ini pernah mengatakan bahwa berjilbab itu baik, tetapi jangan paksakan orang untuk berjilbab karena ada ulama yang mengatakan berjilbab tidak wajib. Ada juga ulama yang menyatakan bahwa yang terpenting adalah menggunakan pakaian terhormat. Ulama mengatakan bahwa menutup aurat itu wajib, namun batasan aurat juga masih diperselisihkan.
Quraish Shihab sendiri tidak pernah memaksakan keluarga perempuannya untuk memakai jilbab. Beliau ingin mereka menggunakan jilbab atas kesadaran penuh dari diri sendiri dan bukan karena paksaan dari dirinya.
Berbagai pendapat ulama mengenai jilbab beliau tulis secara rinci beserta dalil, argumentasi, serta kelemahan dan kekuatannya bisa dibaca lebih lanjut dalam buku Jilbab Pakaian Wanita Muslimah.
Wallahu a’lam.