Saat masih kecil dulu, nenek saya sering mengingatkan supaya menghabiskan makanan sambil bilang “Habisin nasinya, nanti kalau nggak habis nasinya nangis”. Saya yang masih kecil hanya menuruti saja, sambil sesekali berpikir, emangnya nasi bisa nangis?
Orang-orang zaman dulu memang seringkali menakuti anak-anaknya dengan berbagai mitos. Namun jika ditelusuri, sebenarnya itu adalah intisari dari perintah atau larangan agama, yang mereka sederhanakan maknanya agar mudah diterima anak-anak.
Ya, akhirnya saya mulai membayangkan nasi-nasi yang bisa hidup, bergerak dan berbicara di film kartun. Lalu mulai menghabiskan makanan karena takut mereka akan menangis.
Namun sebenarnya apakah nasi bisa menangis?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu saja tak pernah menemukan ada nasi yang menangis karena dibuang. Kalaulah nasi bisa menangis, kita pasti akan ketakutan. Namun perlu diketahui bahwa setiap yang ada di langit dan bumi senantiasa bertasbih kepada Allah SWT dengan caranya masing-masing. Allah SWT berfirman:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ ۚ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِن لَّا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ ۗ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS al-Isra : 44)
Jadi, meskipun nasi bukan makhluk hidup layaknya manusia, tetapi ia juga bertasbih kepada Allah SWT dengan cara tasbih yang tak kita ketahui. Begitu pula semua benda lain, seperti batu, tanah, gunung, air dan lain sebagainya.
Di masa Rasulullah SAW, para sahabat bahkan pernah mendengar suara tasbih dari makanan yang mereka makan, hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab Fathul Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, bab tentang tanda-tanda kenabian, hadis nomor 3579.
Abdullah bin Mas’ud menceritakan bahwa ia bersama Rasulullah SAW dan para sahabat sedang berada di suatu perjalanan. Ketika itu air yang mereka bawa hanya tersisa sedikit, sedangkan di tempat itu tak ada air. Rasulullah SAW kemudian berkata “Carilah sedikit air!”. Maka diberikanlah sedikit air di bejana kepada beliau SAW.
Nabi SAW kemudian memasukkan tangannya ke bejana tersebut dan berkata “Marilah bersuci dengan penuh keberkahan, dan keberkahan itu hanya datang dari Allah”.
Abdullah bin Mas’ud berkata “Sungguh aku melihat air memancar dari sela-sela jari Rasulullah SAW dan sungguh kami pun pernah mendengar makanan bertasbih ketika sedang dimakan”.
Dalam riwayat lain, disebutkan juga bahwa sebuah batang pohon kurma pernah menangis di masa Nabi SAW. Nabi SAW selalu berkhutbah di atas sebuah batang pohon (agar dapat terlihat oleh orang-orang). Maka seorang sahabat berkata “Bagaimana jika kami buatkan mimbar untuk engkau ya Rasulallah?” Silahkan, bila kalian berkehendak, jawab beliau SAW.
Maka dibuatkanlah mimbar untuk beliau. Di khutbah selanjutnya, Nabi SAW naik ke atas mimbar. Lalu batang pohon kurma yang biasa dijadikan tumpuan Nabi mulai berteriak layaknya teriakan bayi yang menangis. Teriakan itu terdengar jelas hingga para sahabat pun dapat mendengarnya.
Rasulullah SAW kemudian menghampiri batang tersebut dan memeluknya. Teriakan batang itu lalu mulai melemah bagaikan rintihan bayi hingga kemudian diam.
Para sahabat memang hidup di masa yang istimewa. Mereka bisa menyaksikan mukjizat Nabi SAW secara langsung, begitu pula dapat mendengar tasbih dari para benda-benda di sekitarnya.
Nasi memang bukan makhluk hidup. Namun tentu saja ia ingin menjadi manfaat untuk manusia dan menjadi perantara datangnya keberkahan dari Allah SWT, agar tubuh manusia senantiasa sehat dan berenergi.
Meskipun kita tak mendengar tangisan nasi. Namun Rasulullah SAW selalu mengingatkan agar tidak menjadi pribadi yang mubadzir. Membuang nasi tentu saja bukan perbuatan yang baik, sementara begitu banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan sesuap nasi. Jadi masih mau membuang nasi?
Wallahu a’lam bisshawab