Suatu hari Abu Nawas dipanggil ke istana untuk mengubur jenazah bapaknya. Perintah itu disanggupi dan dilaksanakan dengan baik dan sempurna. Sultan terharu menyaksikan apa yang dilakukan Abu Nawas dan bermaksud mengangkatnya menjadi seorang Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.
Tapi tampaknya kehendak sang Sultan bertepuk sebelah tangan. Abu Nawas tidak senang jabatan kadi. Iapun kemudian memutar otaknya. Tiba-tiba saja Abu Nawas merubah dirinya menjadi gula gila. Usai upacara pemakaman bapaknya., Abu Nawas mengambil batang sepotong batang pisang. Ia kemudian bermain kuda kudaan seperti anak kecil sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya hingga sampai rumah.
Setelah beberapa hari Sultan Harun Al Rasyid mengutus seorang wazir datang ke rumah Abu Nawas. Maksudnya adalah meratu Abu Nawas untuk menjadi seorang kadi. Namun apa yang dilakukan wazir itu sia sia. Yang ditemuinya adalah lelucon. Wazir menganggap Abu Nawas sudah gila karena disuruh menjadikan batang pohon yang disebut sebagai kudanya,
Pemanggilan terhadap Abu Nawas dilakukan beberapa kali. Namun hasilnya tidak juga mau datang ke istana. Hal ini membuat sultan geram dan menyuruh prajuritnya membawa paksa Abu Nawas. Akhirnya Abu Nawas berhasil di hadapkan kepada raja. Namun lagi-lagi Abu Nawas berlagak pilon bahkan tingkahnya yang semakin ugal-ugalan. Raja semakin marah dan menuruh prajurit
“Hajar dia ! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali,” kata Sultan dengan geram.
Usai dipukuli Abu Nawas diperintah keluar istana. Tapi sesampainya di pintu gerbang seorang prajurit penjaga mencefgahnya. “Hai Abu Nawas beberapa waktu lalu kamu telah berjanji denganku jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka akan dibagi dua denganku. Nah mana bagianku sekarang?”
“Aku ingat janji itu, apakah kau menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepadaku tadi?” tanya Abu Nawas.
“Tentu saja aku menginginkan bagianku?,” ucap prajurit penjaga
“Baiklah kalau begitu. Aku akan berikan semuanya tidak separuh!,” jawab Abu Nawas.
Setelah itu Abu Nawas mengambil sebatang kayu dan memukuli prajurit itu sebanyak 25 kali sehingga membuatnya menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila. Setelah selasai Abu Nwas keluar menuju rumahnya.
Sementara itu prajurit penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun Al Rasyid. “Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang teiah memukul hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda.” Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hadapan Baginda ia ditanya.
“Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali pukulan?” kata Sultan.
” Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu.Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya satu bagian untuk saya. Nah pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh lima kali pukulan, maka saya berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya. Tapi kemudian saya kasih semuanya hadiah itu,” jawab Abu Nawas.
“Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau telah mengadakan perjanjian seperti itu dengan Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Benar Tuanku,” jawab penunggu pintu gerbang.
“Tapi Hamba tiada mengira kalau Baginda memberikan hadiah pukulan kepada Abu Nawas,” ujar prajurit itu
” Nah sekarang kena batunya kamu prajurit yang sering memeras!” kata Baginda dengan murka.