Banyak yang memprediksi kondisi sosial-ekonomi negara-negara di dunia bakal terjun bebas selama wabah Covid-19 ini. Kita pun lantas bertanya lebih lanjut, sampai kapan dan apa efeknya bagi Indonesia? Peneliti Senior Center of Welfare (PRAKARSA), Ah Maftuchan pun memberikan prediksi terkait masa depan sosial-ekonomi dunia ini, terlebih di Indonesia.
“Pertama, untuk membaca situasi dan kondisi perekonomian di Indonesia tidak mudah. Karena pandemi memperngaruhi seluruh sendi kehidupan kita dan sangat cepat sekali. Bahkan dalam segi skala, tidak ada pandemi dalam abad terakhir ini yang mampu menandingi pandemi ini,” tutur Maftuchan dalam disksusi daring via Zoom bersama Jaringan Gusdurian (5/4).
Lalu, apa yang menyebabkan pandemi virus ini memiliki efek kejut yang begitu menakutkan? Dua hal krusial; yang membuat berbeda pandemi ini adalah skala dan tingkat kecepatan.
“Hampir semua negara mengalami kegagapan, kesulitan, dan turbulensi sosial-ekonomi yang berat sekali. Di New York, mengalami satu kondisi yang tidak pernah terbayangkan. Rumah sakit, tenaga medis, jenazah yang disimpan di truk es, di pinggir-pinggir jalan. Seluruh saham rontok. Semua tidak terduga,” tuturnya.
Ia juga menambahkan, dulu diprediksi ekonomi global pada 2020 semakin baik, dan kelompok-kelompok negara maju akan mengalami kondisi stabil, dan emerging country (seperti Indonesia) akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat baik. Satu kondisi yang begitu menjanjikan sebelum virus Corona ini terjadi. Ini tentu menjadi sangat berat di banyak negara.
“Sri Mulyani sudah mengindikasikan perlambatan itu, dan peramalan bahwa ekonomi Indonesia akan turun. Itu memang sesuatu yang tidak terhindarkan. Kenapa bisa terjadi? Karena supply and demand yang akan pertama rontok. Distribusi dan konsumsi akan mengalami pelambatan. Dan resesi tinggal menghitung bulan saja. Apakah akan mendorong inflasi drastis? Bisa ya bisa tidak,” lanjutnya.
Hal ini, tambahnya, karena tumbangnya produksi dan konsumsi secara bersamaan. Menurutnya inflasi akan terjadi jika urusan pangan tidak dihandle dengan baik oleh pemerintah. Pemerintah harus mampu mengontrol komoditas yang menjadi konsumsi pokok bagi warga.
Sebelum pandemi ini, dalam analisisnya, kondisi kesejahteraan Indonesia termasuk menguat. Tahun 2019 kemarin, Indonesia mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat atau penurunan angka kemiskinan satu digit. Sebuah capaian pembangunan yang menggemberikan. Tapi di waktu bersamaan kelompok miskin di Indonesia juga sangat rentan ketika terjadi pandemi ini. Dari segi kesejahteraan dan kemiskinan, pandemi ini menjadi cukup mengkhawatirkan.
“Saya memprediksikan jika Corona tidak diselesaikan lebih dari 6 bulan, maka angka kemiskinan di Indonesia bisa lebih dari 30%, kelompok yang berada di bawah garis kemiskinan. Di ukuran September 2019, angka kemiskinan kita mencapai 440.000. Mereka yang pendapatan rumah tangganya 2 juta per bulan. Selain prediksi kemiskinan akan meningkat secara drastis, pandemi ini juga akan menyebabkan ketimpangan yang meningkat tajam. Karena kemampuan pemerintah menaikkan kesejahteraan dan menurunkan kemiskinan tidak beda jauh, sangat kecil, jauh dari target yang ditentukan.
“Apa yang dijalankan pemerintah dan bisa dilakukan oleh organisasi masyarakat? Apa yang sudah disampaikan pemerintah sudah cukup melegakan, sedikit melegakan. Ada bantuan tunai dan non-tunai. Tetapi kalau dilihat, apa yang diberikan masih belum memadai. Apa yang diberikan terlihat optimisme pemerintah yang terlalu tinggi dalam konteks penyelesaian pandemi ini. Bantuan tunai juga masih bersyarat. Pemerintah menggunakan program PKH (Program Keluarga Harapan) dan KPK (Kartu Pra-Kerja). Sedangkan bantuan non-tunai, bantuan barang sebanyak 200.000,” tambahnya.
Ia pun mengetengahkan peran masyarakat sipil. Apa yang harus dilakukan Gusdurian dan masyarakat sipil dengan gerakan #SalingJaga sangat bagus. Selain melakukan aksi yang sifatnya langsung seperti gerakan ini, kita juga perlu melakukan advokasi kebijakan. Misalnya, #SalingJaga melakukan pembagian sembako untuk kelompok rentan Corona, bagaimana kebijakan pemerintah bisa menyasar kebijakan tersebut juga.
Di akhir paparannya, Maftuchan mengutip tulisan Yuval Noval Hararti yang sempat ramai diperbincangkan beberapa waktu lalu di Time kemarin, apa sih yang terjadi pada umat manusia hari ini? Mungkin ini revolusi yang tidak kita kehendaki. Semoga bisa menjadi loncatan untuk mengubah hal-hal fundamental dalam konteks sosial, ekonomi, politik.
“Kita bisa belajar dari pandemi ini supaya bisa menghadapi pandemi yang menghadang di depan,” tutupnya.