Asisten Direktur Jendral the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), Fransesco Bandarin mengakui bahwa Indonesia adalah negara “superpower” di bidang kebudayaan. Hal itu disampaikan Bandarin di sela-sela sidang umum UNESCO ke-39 di Paris, 14 November 2017.
Sejauh ini, dalam catatan UNESCO, tidak ada negara di dunia yang mempunyai kekayaan budaya sebanyak dan seksotik Indonesia. Baik itu kekayaan budaya bendawi, non-bendawi, maupun kekayaan warisan memori. Indonesia setidaknya telah menginventarisir sekaligus mengajukan warisan kebudayaannya ke UNESCO sebanyak 320 item.
Sebanyak item itu, ada beberapa kekayaan budaya Indonesia yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia untuk kemanusiaan dan non-bendawi, yaitu : Wayang, Keris, Batik, Pelatihan Batik, Noken, Angklung, Tari Saman, dan Tari Bali.
Selain itu, UNESCO juga telah mengakui Kawasan Candi Borobudur dan Prambanan, dan Lanskap Budaya Bali Sistem Subak sebagai warisan Budaya dunia bendawi. Dan, yang terbaru, UNESCO telah menetapkan Dokumen Cerita Panji, Rekonstruksi Candi Borobudur 1973-1983, dan arsip Tsunami
sebagai Warisan Ingatan kolektif dunia, pada tahun 2017.
Capaian-capaian di level Internasional itu menunjukkan bahwa Indonesia adalah Bangsa “raksasa” di bidang kebudayaan. Cultural capital Indonesia sangat melimpah, yang tidak hanya cantik dan Indah tetapi juga mempunyai spirit nilai-nilai luhur dan Adi luhung. Di luar itu, kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia menunjukkan bahwa Bangsa ini sangat kreatif dan dinamis dalam menggali makna hidup.
Sayangnya, kekayaan kebudayaan yang dimiliki Indonesia itu masih belum bisa dimaterialkan secara massif menjadi nilai jati diri keindonesiaan. Terlalu jauh jarak antara nilai-nilai luhur kebudayaan dengan realitas konkret Indonesia hari ini.
Dalam dokumen cerita Panji, misalnya, terpatri nilai-nilai kejujuran, kesetiaan, pantang menyerah, bertanggung-jawab, dan spirit Keksatriaan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, spirit kebudayaan Panji itu tidak nyata terlihat. Indonesia, bahkan, termasuk negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.
Fakta ini menunjukkan bahwa kekayaan kebudayaan yang dimiliki Indonesia, sejauh ini, hanya berfungsi sebagai “ornamen kebangsaan” belum didaras untuk menjadi karakter bangsa. Nilai-nilai luhur dan Adi luhung yang terpatri dalam “artefak ” kebudayaan yang kita miliki belum benar-benar terpatri menjadi mentalitas kita sebagai manusia Indonesia.
Hal inilah yang menjadi sebab penting mengapa imajinasi kita sebagai Indonesia belum utuh dan tuntas. Indonesia, hari ini, adalah sebentuk unfinished nation, bangsa yang belum selesai.
Adalah benar pada tanggal 28 Oktober 1928, kaum muda menggagas Kredo suci tentang Indonesia sebagai Bangsa. Namun, seiring berjalannya Waktu, kebangsaan Indonesia itu seolah memudar dan menguap.
Hari ini, Indonesia is nothing, Indonesia tidak ada, yang ada adalah Jawa di Indonesia, Batak di Indonesia, Papua di Indonesia, Islam di Indonesia, Kristen di Indonesia, dan seterusnya dan sebagainya.
Sekat-sekat primordial itu tersegregasi secara tajam yang mengakibatkan munculnya berbagai friksi dan konflik sosial. Indonesia sebagai satu entitas kebangsaan sebagaimana diimpikan kaum muda belum terwujud.
Di titik ini, ikhtiar menggali dan mendaras ulang kekayaan kebudayaan yang kita miliki adalah langkah jitu untuk merevitalisasi Indonesia sebagai bangsa. Gerakan-gerakan untuk kembali mendaras filosofi keris, wayang, batik, atau angklung, misalnya, perlu didorong secara massif. Hal ini adalah sebentuk ritus untuk meruwat sumpah pemuda agar sumpah itu tidak hanya menjadi lip service belaka.
Meneguhkan kembali warisan kebudayaan Indonesia merupakan sebentuk ruwatan massal agar Indonesia menemukan visinya sebagai bangsa. Akhirnya, mencintai Indonesia menjadi ideal jika senafas dengan mencintai kebudayaan Indonesia.
Selamat meruwat Sumpah Pemuda. Selamat meruwat Indonesia. Rahayu…