Salah satu syarat sah shalat adalah menutup aurat. Maka ketika shalat aurat harus ditutup terus menerus dari permulaan shalat hingga selesai. Namun terkadang ada aurat tersingkap tanpa sengaja di pertengahan shalat, apakah shalatnya menjadi batal?
Aurat yang tersingkap di pertengahan shalat apabila disengaja maka membatalkan shalat. Namun jika tidak disengaja dapat ditinjau dari dua hal, yakni sedikit banyaknya aurat yang terbuka dan lamanya aurat tersebut terbuka.
Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab al-Fiqh ‘ala madzahib al-arba’ah menjelaskan pandangan beberapa madzhab mengenai hal ini.
Menurut madzhab Syafi’i, aurat yang tersingkap di pertengahan shalat apabila tidak segera ditutupi padahal ia mampu menutupinya maka batal shalatnya, sama saja terbukanya hanya sedikit atau banyak. Hal itu jikalau tersingkap tanpa sengaja seperti tertiup angin. Namun jika aurat terbuka karena hewan atau anak kecil maka shalatnya batal.
Begitu pula apabila ada aurat yang tidak tertutup karena lupa, apabila saat menyadarinya langsung ditutup maka shalatnya tidak batal. Begitu pula jika tidak tahu ada aurat yang terlihat, misalnya seorang perempuan yang tidak tahu sehelai rambutnya keluar dari mukenanya, maka tidak membatalkan shalat.
Berbeda dengan Imam Syafi’i, menurut madzhab Hanbali aurat jika hanya terbuka sedikit tanpa disengaja tidak membatalkan shalat, meskipun terbukanya lama. Sedangkan jika terbuka banyak, apabila langsung ditutupi maka tidak membatalkan shalat.
Sedangkan Imam Malik memandang batal atau tidaknya berdasarkan kategori aurat yang terbuka. Apabila aurat yang terbuka adalah bagian dari aurat mugalazah maka shalatnya batal secara mutlak dan harus diulang.
Sedangkan aurat mukhafafah apabila tersingkap tanpa sengaja tidak membatalkan shalat, namun shalatnya lebih baik (mustahab) diulang.
Demikianlah pembahasannya dilihat dari pandangan beberapa madzhab. Sebelum memulai shalat, hendaklah kita melihat apakah seluruh aurat dalam shalat telah tertutup secara sempurna atau belum.