Seluruh ulama sepakat bahwa berhubungan badan suami istri di siang hari bulan Ramadan merupakan perbuatan yang membatalkan puasa. Keduanya harus membayar kifarat (Denda) dan qodha mada puasa Ramadan. Tapi, bagaimana jika keduanya sekadar ciuman? Apakah hal tersebut membatalkan puasa? Berikut penjelasannya:
Imam Bukhari menulis bab tersendiri tentang hukum mencium dalam keadaan berpuasa.
عنْ عائِشَةَ رَضِي الله تَعَالَى عَنْهَا قالَتْ إنْ كانَ رسولُ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لَيُقَبِّلُ بَعْضَ أزْوَاجِهِ وهُوَ صَائِمٌ ثُمَّ ضَحِكَتْ.
“Diriwayatkan dari Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mencium salah satu istrinya dalam keadaan berpuasa. Sambil menceritkan hal ini ke pada para sahabat, Aisyah pun tersenyum tersipu malu karena yang diceritakan adalah dirinya sendiri”
Selain itu, Imam Muslim juga menyebutkan secara jelas bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah mencium Aisyah di bulan Ramadan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ، فِي رَمَضَانَ، وَهُوَ صَائِمٌ».
Diriwayatkan dari Aisyah yang bercerita bahwa Rasulullah pernah mencium dirinya saat puasa Ramadan. Bila dilihat dari beberapa redaksi hadis yang disebutkan di atas, kata shâim (صَائِم) yang merupakan bentuk ism fâ’il mengindikasikan bahwa Rasulullah melakukan hal tersebut di siang hari Ramadan. Secara semantik, ism fa’il memiliki arti yang sama dengan fi’il mudhari’.
Artinya, Rasulullah melakukan hal tersebut bukan di malam hari di mana tidak dalam keadaan berpuasa. Hal ini diperkuat dengan riwayat Aisyah yang menceritakan ciuman Rasul ini sambil tersenyum malu. Tentu para sahabat sudah maklum bahwa di malam hari hubungan suami-istri apa pun bentuknya boleh dilakukan. Untuk apa Aisyah meriwayatkan hadis tersebut kalau Rasulullah Saw. menciumnya di malam hari?
Namun demikian, Aisyah pun mengingatkan pada para sahabatnya bahwa Rasulullah Saw. melakukan hal itu bukan karena nafsu. Beliau lebih dapat mengendalikan nafsunya untuk hanya sekadar mencium istrinya.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ».
Diriwayatkan dari Aisyah yang bercerita bahwa Nabi Saw. pernah mencium dan mencumbu dirinya dan waktu itu Nabi Saw. sedang berpuasa.
“Namun demikian, Nabi Saw. lebih dapat menjaga hawa nafsunya daripada kalian semua,” tegas Aisyah pada para sahabat.
Walaupun mencium istri itu boleh, atau paling tidak makruh, beberapa sahabat enggan melakukannya. Di antara sahabat tersebut adalah Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar, dan Urwah bin Zubair. Bahkan Abdullah bin Mas’ud pernah mengada puasanya satu hari karena pernah mencium istrinya di siang hari bulan Ramadan. []