Niqab atau cadar termasuk masalah yang menjadi perdebatan di Indonesia. Apalagi beberapa hari terakhir beredar video peserta lomba baca al-Qur’an yang memakai cadar dan dewan juri meminta yang bersangkutan melepas cadar karena aturan perlombaan tidak boleh menggunakan cadar dengan beberapa pertimbangan. Potongan video ini memicu pro-kontra: ada yang setuju dengan sikap dengan juri dan ada pula yang menentang sikap itu, bahkan menganggap dewan juri tidak paham hukum Islam, dan sebagainya.
Supaya adil dalam melihat masalah ini, tentu kita harus pahami dulu apa hukum memakai cadar. Apakah cadar bagian dari kewajiban dan kesunnahan, atau tidak? Apakah bisa disamakan hukum buka cadar dengan buka jilbab misalnya?
Syekh Ahmad Thayyib, Grand Syeikh al-Azhar, menjelaskan memakai cadar hukumnya bukan wajib, bukan sunnah, bukan pula makruh dan haram menanggalkannya. Memakai cadar hukumnya mubah atau boleh. Sehingga tidak berpahala memakainya dan tidak pula berdosa meninggalkannya. Cadar tak ubahnya seperti perhiasaan. Ibarat orang pakai cincin, dia boleh memakai dan menanggalkannya. Tidak ada terkait dengan pahala dan tidak pula dosa. Tidak berkaitan juga dengan perintah dan larangan.
“Cadar bukan fardhu, bukan sunnah, bukan mandub, namun cadar juga tidak makruh, juga tidak dilarang. Niqab adalah sesuatu yang mubah” Tegas Grand Syeikh al-Azhar tersebut.
Fardhu, wajib, dan sunnah adalah sesuatu yang harus dilakukan. Hanya saja tingkatannya berbeda. Fardhu dan wajib tidak boleh ditinggalkan, dan orang yang meninggalkannya berdosa. Sementara sunnah tidak demikian. Diberi pahala bila melakukannya, dan tidak berdosa meninggalkannya. Sementara haram dan makruh adalah sesuatu yang mesti ditinggalkan. Haram wajib ditinggalkan, dan berdosa bila melakukannya. Adapun makruh lebih baik ditinggalkan dan tidak berdosa bila melakukannya.
Syekh Ahmad Thayyib menambahkan, “Saya tidak bisa mengatakan kepada orang yang memakainya bahwa kalian menambah Batasan dari Allah, sebab hukumnya mubah. Saya juga tidak bisa mengatakan bagi orang yang memakai cadar, kalian melakukan sesuatu yang syar’i dan kalian mendapat pahala, sebab masalah cadar masuk dalam kategori mubah”.
Perempuan boleh memakai cadar dan boleh juga menanggalkannya sesuai dengan kondisi masing-masing. Orang yang memakai cadar, menurut Syekh Ahmad Thayyib, tidak bisa mengatakan “saya melakukan ini sesuai anjuran syariat”. Sebaliknya, orang yang menanggalkan cadar juga tidak bisa mengatakan, “syariat menyuruh saya untuk menanggalkan cadar”. Mengapa demikian? Karena persoalan ini masuk dalam wilayah mubah. Boleh memakai dan boleh meninggalkan, seperti halnya memakai dan menanggalkan cincin.
“Itu masuk kategori mubah, tidak ada kaitannya dengan perintah dan larangan, dan tidak terkait dengan pahala juga tidak dosa,” tegas Syekh Ahmad Thayyib dalam salah satu wawancaranya. Hasil wawancara ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sanad Media.