Gus Faiz Sukron Ma’mun: Cadar Bukan Berarti Radikal, Kerudung Terbuka Bukan Berarti Liberal

Gus Faiz Sukron Ma’mun: Cadar Bukan Berarti Radikal, Kerudung Terbuka Bukan Berarti Liberal

Gus Faiz Sukron Ma’mun: Cadar Bukan Berarti Radikal, Kerudung Terbuka Bukan Berarti Liberal

Gus Faiz Sukron Ma’mun menyebut bahwa kunci dari Islam wasathiyah adalah pengetahuan (ma’rifat). Oleh karena itu dilarang asal menuduh orang yang bercadar sebagai radikal dan orang yang berjilbab terbuka (kerudung) sebagai liberal. Keislaman itu harus didahului dengan ilmu dan pengetahuan.

Putra ulama ternama, K.H Sukron Ma’mun ini mengutip pendapat Quraish Shihab yang menyebut bahwa Islam Wasathiyah itu harus diikuti oleh ma’rifat (pengetahuan).

“Kata Prof. Quraish Shihab, wasatiah itu tidak selamanya baik dan benar. Wasatiah itu bukan persoalan sikap, tapi persoalannya adalah makrifat (pengetahuan). Orang tidak boleh memandang orang yang bercadar itu sebagai orang radikal, begitupun orang memakai jilbab dan cadar tidak boleh memandang yang terbuka tidak memakai jilbab dengan istilah liberal. Untuk mengetahui apakah seseorang itu radikal atau liberal itu harus dengan makrifat (pengetahuan),” tutur Gus Faiz dalam pembukaan Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Darus Sunnah, Ciputat Tangerang Selatan (11/09/22).

Dalam kesempatan tersebut, alumni Al-Azhar Mesir ini juga menyebut bahwa pengetahuan lah yang membawa Islam semakin maju dan memiliki peradabannya sendiri. Oleh karena itu, ia menolak Islam disebut mundur karena berpegang pada turats, justru menurutnya, kemajuan peradaban Islam disebabkan karena perkembangan kajian turats.

“Saya sering sekali mendengar bahwa yang menyebabkan kemunduran Islam adalah turats. Padahal yang menjadikan Islam hidup dalam peradaban panjang Islam di masa kerajaan dulu, seperti Umayyah, Abbasiyah, ketika umat Islam bisa meletakkan kaki kirinya di Andalusia dan kanannya di China. Ini disebabkan oleh berkembangnya pembacaan kitab turots,” lanjutnya

Selama ini, menurutnya, kemunduran Islam bukan karena turats-nya, tetapi orang yang tidak mampu menggunakannya dengan baik. Jika turats berada di tangan orang yang mampu, maka akan bisa menjadi solusi permasalahan umat.

“Fikih atau turots di tangan orang yang mampu dan mengerti, maka ia pasti akan bisa memberikan solusi di tengah permasalah umat,” tegas salah satu Katib Syuriah PBNU ini.

Gus Faiz mencontohkan, selama ini kajian kebahasaan dan fikih hanya menggunakan permisalan yang ada dalam kitab. Padahal hal tersebut harusnya bisa lebih dieksplor agar kajiannya semakin berkembang. (AN)