“Maka berlombalah kamu dalam kebaikan” merupakan nukilan terkenal dari sebuah ayat al-Quran. Patutkah kebaikan, amal saleh, diperlombakan? Apakah amal saleh mesti berada di luar urusan menang-kalah?
Nukilan ayat 148 Surat al-Baqarah itu mengisyaratkan suatu perintah, “Maka berlombahlah… “. Akan lebih bisa jelas konteks wacana nukilan ayat itu dengan bersuluhkan informasi dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya di surat yang sama.
Ayat-ayat lain di beberapa surat-surat al-Quran juga memperingatkan konteks wacana yang serupa misalnya wacana kemunafikan, kedustaan dan menutupi kebenaran — semua kebatilan ini dikritik oleh Tuhan. Wacana ini merupakan isu gawat sehingga kitab suci membincangkannya.
Perlombaan adalah medan yang bisa memunculkan kemenangan dan kekalahan. Perlombaan dalam kebaikan merupakan kompetisi demi mengalahkan kejahatan atau mengunggulkan kebaikan. Kebaikan maupun kejahatan berlomba saling menumbangkan lawan.
Dunia ini merupakan ajang kompetisi abadi kebaikan versus kejahatan. Dunia kita adalah ruang bagi kebenaran versus kebatilan yang berhadapan, bergumul demi menaklukan eksistensi lawan.
Al-Quran telah memperingatkan fenomena penyembunyian atau penggelapan informasi oleh orang-orang yang mengetahui kebenaran fakta untuk merajalelakan keraguan khalayak luas terhadap kebenaran. Ringkasnya, nukilan ayat Surat al-Baqarah 148 merupakan kritik terhadap fenomena hoaks, berita palsu atau kabar yang digeser dari kiblat kebenarannya.
Perlombaan pengaruh informasi dan pengetahuan kepada khalayak luas pada era milenial berbeda mediumnya dengan era sebelumnya. Selain informasi demi kebaikan, fenomena kejahatan informasi terjadi sepanjang zaman. Dulu dan sekarang, hoaks merupakan fenomena yang tak langka, demikian juga tragedi yang ditimbulkannya.
Informasi yang faktual dan valid tentang peristiwa atau pengetahuan bisa mencerahkan dan menggerakkan zaman kepada kebaikan. Kejahatan informasi — hoaks misalnya — bisa memecah belah masyarakat hingga terjerumus ke dalam kerusakan mengenaskan.
Informasi bisa menjadi alat pemelihara kemajuan bersama atau senjata perang yang sangat efektif menciptakan realitas yang mengerikan.
Kelisanan, omong-omong, yang langsung menularkan informasi berantai dari orang ke orang (gethuk tular, kata orang Jawa) sudah ketinggalan zaman — meski masih lazim terjadi saat ini. Kemudian muncul penyebaran secara massif selebaran atau tulisan tercetak di kertas sejak ditemukan mesin cetak oleh Guttenberg.
Era Guttenberg kini terlampaui oleh teknologi digital, saiber, media informasi tanpa kertas, sejak ditemukan dan aplikasikan teknologi internet dalam komunikasi dan informasi berjejaring sejagat. Era pasca Guttenberg ini menciptakan kehidupan milenial, era masyarakat online.
Informasi yang benar dan yang batil berlomba memenangkan pengaruh. Fitnah dan dakwah memakai media yang sama untuk menebar pesan ke khalayak luas. Pada era milenial ini mengakses segala informasi amat mudah namun bisa merugi, perlu daya seleksi agar terbebas dari informasi yang batil, selamat dari paparan hoaks.
Keadaan hidup manusia yang serba cepat dalam waktu menyebabkan klarifikasi dan verifikasi informasi kerap terabaikan sehingga filter informasi tak bekerja. Kesabaran dalam waktu dipandang sebagai pemborosan.
Apakah keadaan semacam itu sesuai peringatan di al-Quran, “Demi waktu, sungguh manusia dalam keadaan merugi”? Lantas, bagaimana kita selamat dari keadaan yang rawan itu? Al-Quran memberi solusi: “Beriman, beramal saleh, dan saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.”
Percakapan Obrolan Berakhir