Abdullah bin Bayah dilahirkan pada 1935 di Republik Islam Mauritania, negara yang terletak di benua Afrika. Ayahnya Syeikh Mahfudz bin Bayah, merupakan seorang ulama terkemuka dan sekaligus ketua persatuan ulama se-Mauritania. Bin Bayyah menjalani masa studinya di Mauritania, yakni di sekolah ayahnya sendiri. Di sini ia mempelajari ilmu Al-Quran dan penafsirannya, ilmu hadis, fiqh, qaidah al-fiqhiyyah, nahwu-sharaf, dan sebagainya. Pada usia ke-24 ia melanjutkan studinya di Tunisia dengan mengambil konsentrasi Hukum Islam dan mengikuti pelatihan menjadi Hakim.
Salah satu pemikiran bin Bayyah yang paling terkenal adalah Islam as a Compassion Religion (Islam sebagai Agama Kasih Sayang). Konsep ini hampir tercermin dalam setiap tulisan bin Bayyah di dalam bukunya, artikel dan fatwanya. Konsep ini mendorongnya untuk selalu mempromosikan perdamaian. Bin Bayyah ingin menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang mencintai perdamaian dan tidak menghendaki segala bentuk kekerasan.
Salah satu kutipannya yang terkenal adalah “If I asked for people to die for the sake of God, I would have them lining up at my house. But when I ask people to live for the sake of God, I can’t find anyone”, (Jika saya meminta orang-orang untuk meninggal di Jalan Tuhan, maka akan saya temui mereka mengantri di depan rumah saya. Namun, ketika saya meminta orang-orang untuk hidup di jalan Tuhan, maka saya tidak bisa menemukan seorang pun yang bersedia).
Perkataan ini mengandung makna mendalam yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang menyerukan ‘mati’ sebagai jalan cepat menuju surga. Sebaliknya, bin Bayyah ingin menunjukkan bahwa menjadi ‘hidup’ merupakan cara beriman yang bisa mengantarkan seseorang menuju Tuhannya.
Kepeduliannya terhadap isu-isu perdamaian juga bisa dilihat dari beberapa tulisannya yang mengecam terorisme dan peduli terhadap isu minoritas, sebut saja Fatwa Response to ISIS, This is not the path to paradise. Ia mengkritik aksi kekerasan yang dilakukan oleh ISIS dengan membeberkan empat poin utama yang ia kutip dari Al-Quran, Hadis, perkataan sahabat dan ulama. Ia juga menawarkan sebuah konsep jihad yang tidak melulu berperang dan angkat senjata. Jihad adalah menaati perintah Tuhan.
Jihad yang paling besar adalah jihad untuk melawan hawa nafsu demi menaati Tuhan. Jihad seperti ini bisa dibuktikan melalui puji-pujian terhadap Tuhan, berbuat kebaikan kepada sesama dan turut serta dalam membangun peradaban manusia.
Selain jihad, ia juga mengkritik penggunaan istilah Khalifah yang dianggap sebagai satu-satunya bentuk pemerintahan yang memiliki legitimasi kuat dalam Islam. Bagi bin Bayyah khalifah bukanlah masalah teologi tapi hanya merupakan salah satu bentuk subjek hukum untuk ketentuan hukum. Khalifah hanyalah salah satu dari sekian cara untuk mencapai persatuan antara Negara atau wilayah sehingga mereka dapat bekerja sama dan saling melengkapi.
Oleh karena itu, sistem kekhalifahan mungkin saja diganti hari ini jika sudah tidak relevan. Ia mengakhiri tulisannya dengan, “Kami percaya bahwa kesempatan bagi keadilan untuk tumbuh ada ketika ada perdamaian, bukan perang. Setiap peperangan harus dihentikan dan peperangan saudara harus dihentikan”.
Selain aktif menulis, ia juga aktif menjadi anggota organisasi internasional dan menginisiasi beberapa forum untuk mempromosikan perdamaian. Pada 2014, bin Bayyah menginisiasi pertemuan lebih dari 250 ulama dan pemikir islam. Tujuan dari forum ini adalah mengajak para pemimpin agama untuk turut serta bertanggung jawab dalam menjaga perdamaian, yakni menjaga kehidupan Muslim.
Dalam ceramahnya ia menyampaikan, “tidak ada alasan untuk para ulama dan pemimpin untuk tidak memenuhi kewajiban mereka untuk mengklarifikasi hal-hal dan menyarankan dunia Muslim untuk memadamkan api konflik dalam rangka menghentikan pertumpahan darah dan bekerja sama dalam apa yang benar dan baik”.
Bin Bayyah dan semangatnya untuk menciptakan perdamaian didorong oleh pemikirannya yang selalu melakukan pembaharuan dalam hukum Islam. Ia menyatakan, “Pembaharuan merupakan hal yang fundamental dalam agama Islam, yakni pembaharuan yang didasarkan kepada ketersambungan antara tek-teks keagamaan, tujuan dari teks tersebut dan realitas hidup pada saat ini”.
Melalui ide pembaharuan tersebutlah ia menemukan bahwa,“Seruan kepada keamanan juga adalah seruan untuk mencapai keadilan, melalui pendekatan yang tidak zalim dan lebih hampir kepada prinsip rahmat.” []
Unaesah Rahmah, Peneliti Hadis di el-Bukhari Institute